Hal tersebut dilakukan guna memastikan keberlangsungan operasi proyek smelter milik perusahaan yang berada di Desa Pendingin, Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Direktur Utama PT Nityasa Prima sebagai konsorsium PT KFI, Ferro Industry Muhammad Ardhi Soemargo beralasan, impor bijih nikel dilakukan lantaran kurangnya pasokan bahan baku di dalam negeri karena tersendatnya persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan tambang.
Baca Juga:
Permendag Nomor 8 Tahun 2024 Membuat Industri Plastik Terancam Terpuruk
"Ketika bapak mengatakan kenapa kami harus ambil dari Filipina karena beberapa tambang belum dapat RKAB, ketika tambang belum ada RKAB maka kami gak bisa beli," kata dia dalam RDPU bersama Komisi VII DPR RI, Senin (8/7/2024).
Di sisi lain, pihaknya juga perlu memastikan keberlangsungan dari operasi smelter. Mengingat, terdapat 1.400 tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya kepada smelter tersebut.
"Tadi ketika saya sampaikan kepada bapak pimpinan mengenai adanya nikel datang dari Filipina disampaikan bahwa nikel Filipina itu kami baru masuk hanya 1 vessel pak sekitar 51 ribu dan posisi kami hanya untuk membantu menambahkan hal-hal atau nickel ore yang saat ini kekurangan pak," tambahnya.
Baca Juga:
Di Lima Negara Ini, Mobil Asal Indonesia Laku Keras
[Redaktur: Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.