WahanaNews.co, Bali - Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di Dunia. Namun belakangan berhembus kabar adanya kegiatan impor nikel dari negara tetangga yakni Filipina.
Mengetahui hal itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa kegiatan impor nikel di Indonesia dilakukan sebagai strategi bisnis industri di dalam negeri. "Jadi, kalau untuk impor itu saya rasa itu strategi bisnis ya dari pelaku usaha," jelas Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung saat ditemui di sela acara ASEAN Mining Conference (AMC) 2024, di Meru Sanur, Bali, dikutip Selasa (19/11/2024) melansir CNBC Indonesia.
Baca Juga:
Permendag Nomor 8 Tahun 2024 Membuat Industri Plastik Terancam Terpuruk
Sebagaimana catatan, cadangan bijih nikel Indonesia merupakan cadangan terbesar di dunia dengan porsi sebanyak 42,1% dari seluruh cadangan dunia. Lalu, disusul oleh Australia dengan porsi 18,4%, Brazil 12,2%, Rusia 6,4%, Kaledonia Baru 5,4%, Filipina 3,7%, China 3,2%, dan sisanya negara lainnya.
Yuliot menambahkan, impor nikel yang dilakukan itu justru bisa memperpanjang usia pemakaian cadangan nikel yang ada di dalam negeri.
"Jadi, kan ini pada saat mereka mendapatkan resource yang ada, ya ini tidak menggunakan resource di dalam negeri, itu ya justru pemanfaatan kita untuk resource di dalam negeri bisa untuk jangka waktu panjang," tambahnya.
Baca Juga:
Di Lima Negara Ini, Mobil Asal Indonesia Laku Keras
Senada dengan Yuliot, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengungkapkan impor nikel yang dilakukan di Indonesia bukanlah sebuah masalah.
Tri menilai hal tersebut bisa membuat Indonesia menjaga cadangan nikel yang tersedia di dalam negeri. "Jadi, nggak ada masalah impor itu apa, kan kita bisa malah maintain cadangan kita," katanya dalam kesempatan yang sama.
Fakta perihal impor bijih nikel di Indonesia pernah terungkap beberapa waktu lalu. PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) mengaku harus terpaksa mengimpor bijih nikel dari negara lain, khususnya dari Filipina.
Hal tersebut dilakukan guna memastikan keberlangsungan operasi proyek smelter milik perusahaan yang berada di Desa Pendingin, Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Direktur Utama PT Nityasa Prima sebagai konsorsium PT KFI, Ferro Industry Muhammad Ardhi Soemargo beralasan, impor bijih nikel dilakukan lantaran kurangnya pasokan bahan baku di dalam negeri karena tersendatnya persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan tambang.
"Ketika bapak mengatakan kenapa kami harus ambil dari Filipina karena beberapa tambang belum dapat RKAB, ketika tambang belum ada RKAB maka kami gak bisa beli," kata dia dalam RDPU bersama Komisi VII DPR RI, Senin (8/7/2024).
Di sisi lain, pihaknya juga perlu memastikan keberlangsungan dari operasi smelter. Mengingat, terdapat 1.400 tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya kepada smelter tersebut.
"Tadi ketika saya sampaikan kepada bapak pimpinan mengenai adanya nikel datang dari Filipina disampaikan bahwa nikel Filipina itu kami baru masuk hanya 1 vessel pak sekitar 51 ribu dan posisi kami hanya untuk membantu menambahkan hal-hal atau nickel ore yang saat ini kekurangan pak," tambahnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]