WahanaNews.co | Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero), Faik Fahmi, menyatakan, tidak sehatnya keuangan Angkasa Pura I imbas adanya pandemi Covid-19 yang mulai terjadi di Indonesia sejak Maret 2020, sehingga berdampak terhadap penurunan drastis trafik penumpang di 15 bandara Angkasa Pura I.
Ditambahkan lagi, pandemi Covid-19 melanda pada saat Angkasa Pura I tengah dan telah melakukan pengembangan berbagai bandaranya yang berada dalam kondisi lack of capacity.
Baca Juga:
AP I Bandara Internasional Yogyakarta Buka Posko Terpadu Lebaran 2024
Seperti Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo (YIA) yang menghabiskan biaya pembangunan hampir Rp 12 triliun, Terminal Baru Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin yang menghabiskan biaya pembangunan sebesar Rp 2,3 triliun, dan juga pengembangan bandara-bandara lainnya.
Di mana kesemuanya dibiayai melalui skema penggunaan dana internal dan berbagai sumber lain seperti kredit sindikasi perbankan serta obligasi.
Adanya pandemi Covid-19 membuat kondisi keuangan dan operasional perusahaan mengalami tekanan cukup besar.
Baca Juga:
BUJT Sedang Membangun Tol Solo-Yogyakarta-YIA Kulon Progo 96,75 Km
“Kenapa beban keuangan ini menjadi lebih besar? Karena diselesaikannya (pembangunan dan pengembangan) bandara, dan menggunakan pendanaan dari eksternal melalui sindikasi dan obligasi sehingga muncul beban keuangan dalam bentuk bunga,” ucap Faik saat konferensi pers, Rabu (8/12/2021).
“Dengan kondisi tersebut, kami memproyeksikan laba rugi kita di 2021 ini mungkin masih akan minus Rp 3,24 triliun, dengan EBITDA minus Rp 209 miliar,” sambungnya.
Sebagai informasi, pendapatan Angkasa Pura I pada 2019 yang mencapai Rp 8,6 triliun anjlok di 2020, di mana perusahaan hanya meraih pendapatan Rp 3,9 triliun.
Dan diprediksi pada 2021 ini pendapatan juga akan mengalami sedikit penurunan akibat anjloknya jumlah penumpang yang hanya mencapai 25 juta orang.
Agar kinerja keuangan Angkasa Pura I dapat sehat kembali, manajemen telah menyiapkan langkah ataupun upaya.
Yakni program restrukturisasi operasional dan finansial perusahaan, yang diharapkan rampung pada Januari 2022 mendatang.
Seperti asset recycling, intensifikasi penagihan piutang, pengajuan restitusi pajak, efisiensi operasional seperti layanan bandara berbasis trafik, simplifikasi organisasi, penundaan program investasi serta mendorong anak usaha untuk mencari sumber-sumber pendapatan baru (transformasi bisnis).
“Kami sudah menyiapkan inisiatif penyehatan perusahaan melalui program restrukturisasi yang akan kita lakukan. Yakni restrukturisasi keuangan, restrukturisasi operasional, penjaminan dan fund-raising, transformasi bisnis, dan optimalisasi aset seperti,” ujar Faik.
“Kita bisa bayangkan, kalau tidak melakukan apa-apa dampaknya akan sangat signifikan,” pungkasnya.
Sempat Bantah Pernyataan Wamen BUMN soal Jumlah Utang
PT Angkasa Pura I (Persero) membantah pernyataan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang menyebut Perseroan memiliki utang senilai Rp 35 triliun.
Direktur Utama PT Angkasa Pura I, Faik Fahmi, membenarkan bahwa perusahaan yang dipimpinnya memiliki utang, namun jumlahnya hanya Rp 28 triliun.
“Sebenarnya kondisi Angkasa Pura I tidak seburuk yang diinformasikan. Kita memang ada utang kepada kreditur dan investor sampai dengan bulan November 2021 itu Rp 28 Triliun. Jadi bukan Rp 35 triliun,” ujar Faik, dalam konferensi pers Angkasa Pura I, Rabu (8/12/2021).
Selain dengan kreditur dan investor, Faik juga menyebutkan bahwa Perseroan juga memiliki kewajiban pembayaran kepada karyawan dan supplier sekitar Rp 4,7 triliun.
Sehingga totalnya senilai Rp 32,7 triliun.
Dalam kesempatan ini, Bos AP I ini juga membeberkan alasan mengapa BUMN pengelola bandara ini memiliki utang jumbo.
Faik menjelaskan, pandemi Covid-19 yang mulai terjadi di Indonesia sejak Maret 2020 berdampak terhadap penurunan drastis trafik penumpang di 15 bandara Angkasa Pura I.
Sebagai gambaran, pada 2019, trafik penumpang di bandara Angkasa Pura I mencapai 81,5 juta penumpang.
Namun ketika pandemi Covid-19 melanda pada awal 2020, trafik penumpang turun menjadi 32,7 juta penumpang dan pada 2021 ini diprediksi hanya mencapai 25 juta penumpang.
“Kenapa utangnya besar? karena memang sebelum pandemi covid-19 kita sedang sibuk membangun 10 Bandara untuk menyelesaikan masalah lack of capacity,” ujar Faik.
“Untuk membiayai pengembangan 10 bandara tersebut, kami tidak menggunakan dana APBN atau PMN (penyertaan modal negara), tetapi menggunakan dana internal dan melalui eksternal melalui kredit sindikasi perbankan dan obligasi,” pungkasnya. [dhn]