WahanaNews.co, Guwahati - Indonesia berhasil memprakarsai Komunike Bersama (Joint Communiqué) keberlanjutan komoditas karet alam.
Komunike ini menjadi posisi kolektif negara anggota Asosiasi Negara Penghasil Karet Alam (Association of Natural Rubber Producing Countries/ANRPC) dalam menanggapi penerapan Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation-free Regulation/EUDR).
Baca Juga:
Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Kemendag: Pada 2025, Ekspor Perlu Tumbuh 7-10 Persen
Komunike bersama ini disepakati pada Pertemuan Komite Eksekutif ke-54 ANRPC yang dilaksanakan pada Kamis, (12/10) di Guwahati, India.
“Sebagai salah satu organisasi antarpemerintah terkemuka di sektor karet alam, Joint Communiqué ANRPC menjadi sikap kepedulian terhadap keberlanjutan karet alam," ujar Direktur Jenderal Perundingan Internasional Djatmiko Bris Witjaksono selaku National Liaison Officer (NLO) Indonesia untuk ANRPC.
Menurut Djatmiko, ketatnya regulasi EUDR dapat menimbulkan ancaman serius terhadap sektor karet alam yang saat ini sedang berjuang menghadapi rendahnya harga. Petani yang sebagian besar merupakan pekebun rakyat adalah pihak yang paling terkena dampaknya.
Baca Juga:
Cumi Beku dan Produk Rumput Laut Indonesia Jadi Primadona di Pameran Boga Bahari Korea Selatan
"Upaya mereka untuk meningkatkan pendapatan dan produksi akan semakin sulit. Selain itu, dampaknya juga akan meluas pada perdagangan karet alam sehingga dapat menimbulkan gangguan rantai pasok global,” lanjutnya.
Djatmiko mengungkapkan, berdasarkan data Kementerian Pertanian 2022, mayoritas atau 92,81
persen perkebunan karet nasional merupakan perkebunan rakyat.
Dampak utama dari regulasi bebas
deforestasi adalah semakin berkurangnya pendapatan petani karet alam karena harus memenuhi
standar keberlanjutan lingkungan yang ketat.
Pemenuhan standar ini memerlukan investasi besar dalam infrastruktur dan teknologi yang tidak mampu dipenuhi petani karet alam dan negara produsen karet alam.
"Melalui joint communiqué, negara anggota ANRPC mengajak Uni Eropa dan seluruh pemangku kepentingan untuk mempertimbangkan kemungkinan dampak negatif yang timbul dari regulasi bebas deforestasi terhadap petani dan negara produsen karet alam melalui dialog yang konstruktif," tambah Djatmiko.
Djatmiko menambahkan, negara anggota ANRPC telah menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama
dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Terutama, untuk menemukan solusi yang lebih adil dan berkelanjutan yang tidak menimbulkan potensi hambatan perdagangan dan mengganggu
rantai pasok karet global.
"Hal ini memungkinkan negara-negara produsen untuk terus memasok karet alam ke pasar global dan sekaligus menjaga lingkungan, kesejahteraan petani karet alam," pungkas Djatmiko.
[Redaktur: Tumpal Alpredo Gultom]