WahanaNews.co | Buruknya tata kelola penjualan tiket bisa mengancam keselamatan konsumen.
Pemerhati masalah kelautan dan perikanan berharap agar pelaku usaha memperhatikan hak konsumen yang dalam hal ini merupakan penumpang kapal.
Baca Juga:
Korsleting Listrik Jadi Penyebab Utama KM Sinar Jaya Terbakar
Melansir dari Koranjakarta, Pengamat Maritim Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa menyoroti kasus kebakaran yang menimpa KFC Express Cantika Lestari 77 di rute Kupang-Kalabahi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Senin (24/10) lalu. Tercatat 18 orang meninggal, 20 lainnya belum ditemukan dan 320 berhasil diselamatkan.
Dari jumlah korban yang dievakuasi dan belum ditemukan itu, Hakeng menilai ada suatu keganjilan dalam hal manifes penumpang. "Saya melihat ada keganjilan dari pola penjualan tiket yang katanya sudah dilayani secara online. Jadi, siapa yang patut bertanggung jawab dengan adanya perbedaan manifes tersebut? Saya berharap pihak berwajib melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait bagaimana sistem penjualan tiket dilaksanakan di perusahaan tersebut," katanya di Jakarta, Senin (31/10)
"Tidak adanya crew manifest dengan jumlah yang presisi, kerap kali pula menghambat proses penyelamatan dan penyelidikan sebab kecelakaan kapal. Karena itu hal ini perlu mendapat perhatian serius pula," sambungnya.
Baca Juga:
1 Orang Tewas, 17 ABK Lainnya Selamat dalam Peristiwa Kapal Terbakar
Perlu diketahui bahwa tiket bukanlah sekadar kertas untuk dapat masuk dan menjadi penumpang di atas kapal. Tetapi tiket bagi penumpang kapal laut bisa digunakan sebagai bukti untuk mendapatkan ganti rugi atau kalim asuransi. "Berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa penumpang atau konsumen memiliki hak untuk didengar dan hak untuk mendapatkan ganti rugi," jelas Capt. Hakeng.
Hakeng yang juga pendiri dan Pengurus Pusat Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) menyebutkan penumpang berhak atas ganti kerugian yang wajib diberikan oleh pengangkut karena kelalaian pengangkut selama penyelenggaraan pengangkutan. "Terkait soal kewajiban dan tanggung jawab pengangkut juga sudah diatur pada Bagian Kesembilan UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang perjanjian pengangkutannya dibuktikan dengan adanya tiket," tegas Hakeng.
Oleh sebab itu, terkait pembelian tiket penumpang yang tidak sama dengan manifes penumpang kapal laut, Hakeng meminta pihak kepolisian untuk melakukan pengembangan lebih lanjut. "Jangan hanya kru kapal dalam hal ini Nakhoda yang dipersalahkan. Tapi usut pula apakah ada keterlibatan dari oknum petugas di pelabuhan dan juga di perusahaan kapal, yang mungkin bermain dengan penjualan tiket tanpa prosedur yang berlaku. Pihak pengelola kapal jangan hanya memikirkan profit tanpa mengindahkan keselamatan kapal serta penumpangnya, sehingga menabrak aturan pelayaran yang berlaku," ucapnya.