WAHANANEWS.CO, Jakarta - Nama PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) kembali menyedot perhatian publik setelah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengungkap adanya bandara di kawasan industri tersebut yang disebut tidak memiliki perangkat negara seperti Bea Cukai maupun Imigrasi pada Kamis (27/11/2025).
Hal itu memunculkan tanda tanya besar mengenai mekanisme pengawasan fasilitas transportasi udara di area industri tersebut.
Baca Juga:
Dukung Hilirisasi Mineral, PLN Tambah Daya Listrik Industri Nikel di Kalimantan Timur
Sjafrie menilai keberadaan bandara tanpa otoritas negara merupakan anomali yang berpotensi mengganggu kedaulatan ekonomi nasional sehingga ia menegaskan perlunya penegakan aturan tanpa pengecualian.
“Republik ini tidak boleh ada republik di dalam republik, kita harus tegakkan semua ketentuan tanpa kita melihat latar belakang dari manapun asalnya,” kata Sjafrie dalam keterangan tertulis yang dikutip dari laman Kementerian Pertahanan pada Kamis (27/11/2025).
Pernyataan tersebut kemudian memantik kembali perhatian publik terhadap sejarah pendirian serta perkembangan kawasan industri IMIP yang selama ini berperan sebagai pusat pengolahan nikel dan hilirisasi logam di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Baca Juga:
Tambah Daya Listrik Industri Nikel di Kalimantan Timur, PLN Terus Dukung Hilirisasi
IMIP dikenal sebagai kawasan industri yang terintegrasi dengan produk utama berupa nikel, stainless steel, carbon steel, serta material baterai untuk kendaraan listrik yang menjadi salah satu sektor strategis dalam agenda transisi energi nasional.
Kawasan industri ini merupakan hasil kolaborasi BintangDelapan Group dari Indonesia dengan Tsingshan Steel Group dari China yang merupakan salah satu pemain terbesar pengolahan nikel dunia dengan teknologi pemurnian yang modern.
Kerja sama itu bermula ketika Tsingshan Group bersama PT Bintang Delapan Investama mendirikan PT Sulawesi Mining Investment (SMI) pada 2009 sebagai langkah awal pengembangan tambang nikel seluas hampir 47.000 hektare di Morowali.
Perusahaan patungan tersebut kemudian bersepakat membangun pabrik pemurnian nikel di Bahodopi, Morowali yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang atau groundbreaking pada Juli 2013 sebagai penanda dimulainya pembangunan fasilitas industri.
Adapun penandatanganan pendirian kawasan IMIP dilakukan oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden China Xi Jinping dalam Forum Bisnis Indonesia–China di Jakarta pada Jumat (3/10/2013).
Selanjutnya kawasan industri tersebut diresmikan oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo pada Jumat (29/5/2015) sebagai bagian dari agenda percepatan investasi dan industrialisasi mineral.
Menanggapi polemik bandara IMIP, Pemerhati Transportasi sekaligus Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang menyebut pernyataan Menhan Sjafrie sebagai bentuk ketidaktahuan mengenai kategori bandara yang telah diatur dalam regulasi.
Deddy menjelaskan bahwa di Indonesia terdapat dua jenis bandara yaitu bandara umum dan bandara khusus sehingga fasilitas udara IMIP masuk dalam kategori kedua yang hanya diperuntukkan bagi kepentingan internal perusahaan.
“IMIP itu bandara khusus bukan melayani umum,” ujar Deddy pada wartawan, dikutip Senin (1/12/2025).
Ia menambahkan bahwa banyak perusahaan besar lainnya juga memiliki bandara khusus serupa sehingga keberadaan model fasilitas transportasi internal bukan hal baru di sektor industri maupun sumber daya alam.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, bandara khusus hanya diperbolehkan melayani kepentingan sendiri untuk mendukung kegiatan usaha pokoknya serta dilarang melayani penerbangan dari atau ke luar negeri kecuali dalam kondisi tertentu dan bersifat sementara.
Aturan tersebut juga menegaskan bahwa bandara khusus tidak boleh digunakan untuk kepentingan umum kecuali dalam situasi tertentu dengan izin menteri dan bersifat sementara serta dapat berubah status menjadi bandara umum setelah memenuhi seluruh persyaratan.
Sementara aktivitas penerbangan yang diperbolehkan pada bandara khusus mencakup angkutan udara niaga tidak berjadwal atau charter flight dan angkutan udara bukan niaga sesuai ketentuan.
Dalam praktiknya Indonesia memiliki sejumlah bandara khusus yang dioperasikan berbagai perusahaan besar mulai dari sektor pertambangan, energi, migas hingga perkebunan, termasuk Bandara PT Freeport Indonesia, PT Vale Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Berau Coal, PT Badak NGL, Chevron Pacific Indonesia, Pertamina, pabrik kelapa sawit, PT Antam, hingga bandara operasional perkebunan milik Sinar Mas.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]