Saat ini, penggunaan BPA di Indonesia masih diperbolehkan dengan batas minimum 0,6 bpj (600 mikrogram/kg). Kebijakan tersebut diatur melalui Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan yang ditetapkan oleh BPOM. Namun, BPOM juga berencana menetapkan standar baru dalam penggunaan BPA dalam produk AMDK.
Misalnya, dengan menyertakan label “free BPA” dalam kemasan suatu produk. Wacana tersebut pun ditolak oleh Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan, karena berpotensi mematikan industri air minum dalam kemasan.
Baca Juga:
Super Hemat, Pasangan Ini Cuma Sajikan Air Bening di Resepsi Pernikahannya
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi menyatakan dukungannya untuk membebaskan kandungan BPA dalam kemasan pangan.
“Kebijakan free BPA dalam konteks perlindungan konsumen adalah hal yang baik,” ujarnya, Jumat, 1 April 2022. Ia melanjutkan, standar penggunaan BPA harus dikaji secara berkala. Misalnya, standar saat ini 0,6 bpj. Akan lebih baik lagi bila lebih rendah dari angka tersebut, bahkan tidak ada sama sekali mempertimbangkan pengaruh dari tahapan distribusinya.
YLKI pun telah melakukan survei terhadap produk AMDK dalam konteks pendistribusian. Hasilnya, sebanyak 61 persen pengangkutan AMDK masih dilakukan menggunakan truk atau mobil terbuka, sehingga produk terpapar sinar matahari secara langsung. Kondisi tersebut berpotensi meningkatkan kandungan BPAnya meningkat.
Baca Juga:
Desak Pelabelan BPA pada Galon Air Minum, Pakar: Ini Hak Konsumen
Sementara itu, terkait penolakan yang dilakukan oleh asosiasi perusahaan, menurut Tulus, merupakan hal wajar.
Baginya, itu upaya perusahaan dalam membangun posisi tawar di hadapan peraturan. “Mungkin anggapan mereka akan menambah ongkos produksi dan mengurangi pemasukan,” kata Tulus.
Tulus pun menegaskan, perlindungan konsumen harus menjadi poin penting yang diperhatikan oleh pembuat kebijakan.