WahanaNews.co | Akademisi terkemuka China di Beijing memperingatkan Australia sekarang menjadi target “perang nuklir”, akibat kesepakatan kapal selam bertenaga nuklirnya dengan Amerika Serikat (AS) dan Inggris.
Victor Gao membuat ancaman terselubung bahwa pakta AUKUS (Australia, Inggris, AS) yang diumumkan pekan lalu adalah “pelanggaran berat hukum internasional”.
Baca Juga:
PM Inggris Katakan China Ancaman Terbesar Bagi Ekonomi Dunia
Akademisi yang pernah menjadi penerjemah pemimpin komunis Deng Xiaoping itu menyatakan, kesepakatan AUKUS akan memiliki konsekuensi mendalam untuk Australia yang disebutnya “tidak berotak”.
“Berbekal kapal selam nuklir, Australia sendiri akan menjadi target kemungkinan serangan nuklir di masa depan,” kata wakil presiden lembaga Think Tank Center for China and Globalization kepada ABC China Tonight.
“Anda tidak perlu tahu siapa itu (yang menyerang). Saat yang menentukan adalah jika Australia akan dipersenjatai dengan kapal selam nuklir untuk diproduksi secara lokal di Australia,” kata dia.
Baca Juga:
Mantan PM Australia Kevin Rudd Resmi Terpilih Jadi Dubes di Amerika
Sebab, menurutnya, dengan begitu Australia berarti akan kehilangan hak istimewa untuk tidak menjadi sasaran senjata nuklir dari negara lain, dan itu harus menjadi peringatan bagi semua warga Australia.
“Apakah Anda benar-benar ingin menjadi target dalam kemungkinan perang nuklir atau Anda ingin bebas dari ancaman nuklir?” tanyanya.
Komentar itu muncul menyusul cercaan lainnya dari birokrat Partai Komunis dalam beberapa hari terakhir, yang khawatir ambisi China mendominasi lautan Indo-Pasifik mendapat perlawanan dari musuh demokratis.
Setelah negosiasi rahasia dengan rekan-rekannya di Inggris dan AS, Perdana Menteri Scott Morrison pekan lalu mengumumkan kesepakatan untuk delapan kapal selam bertenaga nuklir, yang membuat marah China.
Desain dan biaya yang tepat dari kapal selam Australia belum diungkapkan.
Tapi dilaporkan kapal selam nuklir kelas Virginia AS masing-masing berharga sekitar 4,5 miliar dollar AS (Rp 64 triliun) dan kelas Astute Inggris masing-masing 2,6 miliar dollar AS (Rp 37 triliun).
Ketika ditekan oleh jurnalis ABC, Stan Grant, tentang mengapa Australia akan menjadi target nuklir, mengingat kapal selam hanya bertenaga nuklir dan tidak akan membawa hulu ledak nuklir, Gao hanya mengulangi ancamannya.
"Apa pun yang Anda lakukan akan memiliki konsekuensi, dan ini adalah konsekuensi yang paling dalam," katanya.
“Dan Australia dan Amerika Serikat dan Inggris dituduh melanggar Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, yang merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional. Dan itu akan memiliki konsekuensi,” imbuhnya.
Nada agresifnya ini menjadi senada dengan Partai Komunis yang pernah dibimbing oleh filosofi Deng Xiaoping: “Sembunyikan kekuatanmu, tunggu waktumu.”
Dalam beberapa tahun terakhir, setelah Xi Jinping menghapus batas masa jabatan pada 2018 untuk menyatakan dirinya sebagai Presiden seumur hidup, negara otoriter ini menjadi semakin agresif, baik dalam tindakan maupun retorika mereka.
China dengan cepat meningkatkan ukuran armada angkatan lautnya sendiri.
Termasuk dengan kapal selam bertenaga nuklir, dan dengan memiliterisasi pulau-pulau buatan di wilayah yang disengketakan di Laut China Selatan, yang bertentangan dengan hukum internasional.
Rezim totaliter juga telah membasmi juru kampanye demokrasi di Hong Kong dan bersumpah untuk mencaplok Taiwan dengan paksa.
Serangan para diplomat “Prajurit Serigala” Beijing terhadap kesepakatan AUKUS pun dilihat sebagai ancam terhadap ambisi Presiden Xi, untuk menjadikan China sebagai kekuatan angkatan laut yang dominan di Indo-Pasifik.
Gao mengecam hubungan dekat militer Canberra dengan Washington, mengeklaim Australia memiliki “perjanjian darah” dengan AS.
“Jika Amerika Serikat menembakkan satu tembakan, Anda orang Australia tidak akan punya pilihan selain bertarung bersama,” katanya.
“Di Afghanistan, di Korea, di Irak, di mana pun Amerika menemukan diri mereka dalam perang --orang Australia berada di pihak Amerika, seolah-olah orang Australia tidak memiliki kekuatan otak yang tersisa-- seolah-olah Anda hanya memiliki otot,” ujarnya.
Gao melanjutkan untuk memperingatkan bahwa Taiwan adalah “bagian dari China” dan mengecam pembawa acara ABC karena merujuk pada “invasi”.
Menurutnya, penyatuan kembali Taiwan akan terjadi dengan cara damai yang lebih disukai, dan dengan cara non-damai jika perlu.
"Tidak ada negara yang bisa menghalangi misi reunifikasi nasional China. 'Jika pemerintah Australia ingin menghalangi itu, jadilah tamu saya --Anda akan melihat apa konsekuensinya bagi Australia’,” tandasnya. [dhn]