WAHANANEWS.CO, Jakarta - Gelombang penjarahan yang menyasar toko-toko makanan dan dapur umum di Jalur Gaza menjadi gambaran nyata atas meningkatnya keputusasaan warga di tengah krisis kelaparan yang semakin memburuk.
Menurut pejabat kemanusiaan yang dikutip Reuters, Israel telah menghentikan pasokan bantuan ke Gaza selama dua bulan terakhir.
Baca Juga:
Waspada! Konsumsi Ini Bisa Mempercepat Penuaan Kulit
Warga dan pekerja kemanusiaan melaporkan bahwa pada Kamis (1/5/2025), setidaknya lima insiden penjarahan terjadi di berbagai lokasi, termasuk di dapur umum, toko-toko, dan kompleks utama Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).
Sementara itu, militer Israel terus melancarkan pemboman dan serangan darat di seluruh wilayah Gaza operasi militer yang telah berlangsung hampir 19 bulan.
Pada 1 Mei, serangan udara Israel dilaporkan menewaskan 12 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan setempat.
Baca Juga:
Bibimbap, Nasi Campur Korea yang Sehat dan Lezat
“Penjarahan itu merupakan sinyal serius tentang betapa gentingnya situasi di Jalur Gaza, meluasnya kelaparan, hilangnya harapan dan keputusasaan di antara penduduk serta tidak adanya kewenangan hukum,” ujar Amjad Al-Shawa, Direktur Jaringan Organisasi Non-Pemerintah Palestina (PNGO) di Gaza.
Louise Wateridge, pejabat senior UNRWA, menyatakan bahwa ribuan pengungsi menyerbu kompleks UNRWA di Kota Gaza pada 1 Mei, mengambil obat-obatan dari apotek serta merusak sejumlah kendaraan.
“Penjarahan itu, meskipun menghancurkan, tidak mengejutkan mengingat keruntuhan sistemik total. Kita menyaksikan konsekuensi dari masyarakat yang bertekuk lutut akibat pengepungan dan kekerasan yang berkepanjangan,” ujarnya.
Setelah gencatan senjata pada Januari lalu, Hamas sempat mengerahkan ribuan aparat keamanan di seluruh Gaza.
Namun, sejak Israel kembali melancarkan serangan besar-besaran pada Maret, kehadiran aparat bersenjata menurun drastis.
Ismail Al-Thawabta, Direktur Kantor Media Pemerintah Gaza, menyebut peristiwa penjarahan sebagai “praktik individu yang terisolasi yang tidak mencerminkan nilai dan etika rakyat Palestina.”
Ia menegaskan bahwa otoritas Gaza tengah menangani insiden-insiden tersebut dengan cara yang menjaga ketertiban dan martabat manusia.
Al-Thawabta menyalahkan Israel atas memburuknya kondisi ini. Sejak 2 Maret, Israel menutup akses masuk bantuan medis, bahan bakar, dan makanan ke wilayah tersebut. Meski demikian,
Israel membantah bahwa Gaza tengah menghadapi krisis kelaparan dan belum memberikan kejelasan soal kapan bantuan akan kembali masuk.
Perserikatan Bangsa-Bangsa baru-baru ini memperingatkan bahwa malnutrisi akut, terutama di kalangan anak-anak Gaza, terus memburuk.
Dapur umum yang selama ini menjadi penyelamat bagi ratusan ribu orang kini terancam berhenti beroperasi akibat kekurangan pasokan serta risiko penjarahan.
“Hal ini akan melemahkan kemampuan dapur umum untuk menyediakan makanan bagi banyak keluarga, dan menjadi indikasi keadaan telah mencapai tingkat yang sangat sulit,” ungkap Shawa dari PNGO.
Sejak Oktober 2023, lebih dari 52.000 warga Palestina telah tewas akibat operasi militer Israel di Gaza.
Sebagian besar wilayah kantong sempit tersebut kini telah hancur, memaksa ratusan ribu orang tinggal di tenda-tenda atau bangunan yang rusak berat.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]