WahanaNews.co | Minyak berkontribusi pada negara Arab Saudi sebesar triliunan dolar selama beberapa dekade. Namun faktanya minyak adalah sumber daya yang suatu hari nanti akan habis atau kehilangan nilainya ketika dunia beralih ke energi alternatif.
Kerajaan Saudi menyadari hal ini, dan telah memulai proyek ambisius untuk mendiversifikasi sumber pendapatannya untuk masa depan pasca-minyak. Salah satu sumbernya adalah haji, sebuah monopoli abadi yang memiliki potensi pasar hampir dua miliar umat Islam.
Baca Juga:
Jokowi Sampaikan Hasil KTT OKI tentang Palestina ke Presiden Biden
Setelah Raja Salman bin Abdulaziz memimpin 2015, Arab Saudi meluncurkan proyek senilai 21 miliar dolar untuk memperluas Masjidil Haram di Makkah untuk menampung 300 ribu jamaah tambahan.
Setahun kemudian, Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengidentifikasi haji sebagai komponen kunci dari rencana untuk mendiversifikasi ekonomi Saudi pada 2030.
"Tidak seperti (sektor energi), di mana pada sektor ini Arab Saudi selalu harus khawatir tentang pesaing masa depan. Di bidang haji dan umrah, mereka dijamin tidak memiliki persaingan selamanya," kata Omar Al-Ubaydli, direktur penelitian di Bahrain, seperti dilansir Egypt Independent, Ahad (10/7/2022).
Baca Juga:
Presiden Jokowi Tiba di Washington DC
Umat Islam dari seluruh dunia kembali ke Arab Saudi pekan ini untuk menunaikan ibadah haji setelah jeda dua tahun yang disebabkan oleh pembatasan Covid-19. Ini adalah kesempatan bagi umat Islam untuk memenuhi kewajiban agama sekali seumur hidup, tetapi juga kesempatan bagi ekonomi kota-kota suci Arab Saudi untuk memulai.
Pandemi menyebabkan jumlah jamaah haji menyusut menjadi 1.000 pada 2020, tetapi meningkat menjadi sekitar 60 ribu pada 2021, ketika haji dibuka hanya untuk penduduk Arab Saudi. Tahun ini, kerajaan mengizinkan satu juta Muslim untuk melakukan ritual tersebut.
Para ahli mengatakan, dengan harga minyak mentah yang berada di sekitar 100 dolar per barel, yang menghasilkan miliaran dolar per hari, manfaat ekonomi haji sangat kecil jika dibandingkan minyak.
Tetapi potensi haji yang besar dan belum dimanfaatkan dapat membawa kekayaan yang signifikan bagi Kerajaan Saudi dalam jangka panjang.
"Wisata religi di Arab Saudi mungkin tidak sebanding dengan kapasitas menghasilkan pendapatan dari sektor minyak dan gas, tetapi makna religius Makkah dan Madinah tidak akan pernah kering. Ini berfungsi sebagai pondasi penting untuk membangun sektor pariwisata Saudi yang lebih luas dan memasarkannya ke khalayak lokal, regional, dan internasional," kata Robert Mogielnicki, sarjana senior di Institut Negara Teluk Arab di Washington AS.
Menurut profesor di London School of Economics, Steffen Hertog, untuk memperluas potensi ekspansi, para peziarah dapat diberi insentif untuk memperpanjang perjalanan mereka di negara itu untuk mengunjungi tempat-tempat keagamaan lain atau sekaligus berwisata, terutama dalam melaksanakan ibadah umrah.
Menurut Indeks Kota Tujuan Global terbaru Mastercard, Kota Suci Makkah menarik 20 miliar dolar turis pada tahun 2018, kedua setelah Dubai. Sebelum pandemi, pendapatan haji diperkirakan rata-rata sekitar 30 miliar dolar per tahun.
Namun jumlah peziarah telah menyusut secara signifikan selama pandemi. Tetapi pemerintah Saudi menargetkan 30 juta peziarah pada 2030, yang menurut beberapa analis adalah angka yang ambisius. [rin]