WahanaNews.co | Pada hari Minggu (20/3), merupakan hari yang penuh horor dan kebingungan di Mariupol, Ukraina. Kota pelabuhan di Ukraina timur tersebut telah mengalami beberapa pemboman dan pertempuran terberat sejak Rusia memulai invasi pada 24 Februari lalu.
Pada suatu hari, seorang warga bernama Andrei sibuk mengubur tetangganya yang meninggal di kuburan darurat di pinggir jalan, berlawanan dengan blok apartemen yang dibom. Seorang perempuan bernama Natalia bertanya-tanya apakah rumahnya sendiri masih berdiri. Sedangkan keluarga lain khawatir berapa lama persediaan makanan mereka bisa bertahan.
Baca Juga:
Rusia Angkut Baja dari Kota Mariupol, Ukraina: Penjarahan!
Berhenti dengan sekopnya, Andrei mengatakan para tetangga yang dikuburnya tidak dibunuh oleh bom Rusia atau granat tetapi telah meninggal karena penyakit yang semakin diperburuk akibat stres besar beberapa minggu terakhir setelah tidak bisa mendapatkan bantuan medis.
"Bom itu tidak membunuh mereka tetapi semua ini , situasinya ruang bawah tanah, kurangnya aktivitas fisik, stres, dingin juga," katanya.
Beberapa tubuh di dekatnya tertutup selimut kotor. Beberapa orang lalu lalang membawa barang-barang mereka dalam kantong plastik atau kotak kardus. Seorang anak laki-laki mendorong troli supermarket melewati mobil yang dibom.
Baca Juga:
Si Tajir Pemilik Pabrik Baja Mariupol Tuntut Rusia Rp 292 T
Andrei mengatakan dia dan teman-temannya disarankan oleh militer Ukraina untuk menyimpan mayat di ruang bawah tanah dingin, tetapi ini sudah dipenuhi dengan orang-orang yang berlindung dari artileri Rusia dan serangan rudal.
"Kuharap akan ada semacam kebahagiaan dan ini hanya sementara," tambahnya.
Kesedihan Andrei juga dirasakn warga Ukraina lainnya. Duduk di ruang bawah tanah yang sekarang telah menjadi rumahnya selama 11 hari, Irina Chernenko, seorang pustakawan di universitas, mengatakan dia tidak tahu berapa lama mereka bisa bertahan seperti ini.
"Kami berharap yang terbaik - untuk hidup sebagai manusia. Blok apartemen hancur, semuanya hancur. Di mana kita bisa pergi dari ruang bawah tanah?,” terangnya.
"Kami sedang memasak dengan api. Untuk saat ini kami memiliki beberapa makanan dan beberapa kayu bakar. Dalam seminggu kami tidak akan memiliki apa-apa, tidak ada makanan sama sekali,” lanjutnya.
Beberapa bagian kota dikendalikan oleh pasukan Rusia dan beberapa tetap di bawah kendali Ukraina, sehingga warga tidak tahu nasib kerabat yang tinggal di wilayah lain.
Natalia, seorang pekerja taman kanak-kanak, mengatakan dia tinggal bersama anak-anaknya dan tidak bisa kembali ke flatnya sendiri di seberang kota.
"Tidak ada berita, tidak ada informasi. Semuanya hancur. Kami tidak tahu bagaimana kita akan hidup sekarang,” ujarnya.
Sekitar 400.000 orang telah terjebak di kota pelabuhan strategis di Laut Azov selama lebih dari dua minggu, dengan sedikit jika ada akses ke air, makanan, pemanasan atau listrik.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelskyy mengatakan pada Sabtu (19/3) bahwa pengepungan Mariupol Rusia adalah teror yang akan diingat selama berabad-abad ke depan.
Kementerian Pertahanan Rusia menyalahkan kaum nasionalis Ukraina pada Minggu (20/3) untuk apa yang disebut "bencana kemanusiaan" di Mariupol dan memberi batas waktu sampai dini hari Senin (21/3) untuk menyerah.
Kantor berita TASS melaporkan 59.000 orang telah dievakuasi dari Mariupol dalam tiga hari terakhir. [bay]