WahanaNews.co | Militer Amerika Serikat (AS) mengkhawatirkan nasib Taiwan, mengingat kekuatan Angkatan Laut (AL) China yang sangat mampu untuk memblokade dengan kapal-kapal perangnya.
Itu disampaikan komandan Armada Ketujuh AS, Wakil Laksamana Karl Thomas, dalam sebuah wawancara dengan The Wall Street Journal (WSJ).
Baca Juga:
Donald Trump Mulai Umumkan Nominasi Anggota Kabinet, Ini Daftarnya
“Mereka memiliki Angkatan Laut yang sangat besar, dan jika mereka ingin menggertak dan menempatkan kapal di sekitar Taiwan, mereka sangat bisa melakukannya,” katanya, yang dilansir Selasa (20/9/2022).
China, kata Thomas, telah menciptakan Angkatan Laut yang besar dan modern, dengan jumlah kapal militer yang tersedia di Beijing terus bertambah dengan cepat.
Dia mengaku tidak tahu apakah China berusaha untuk mengambil tindakan nyata terhadap Taiwan, yang dianggap Beijing sebagai bagian integral dari wilayahnya, baik melalui invasi habis-habisan atau blokade laut.
Baca Juga:
Prabowo Dukung Solusi Dua Negara untuk Selesaikan Konflik Palestina
“Jelas, jika mereka melakukan sesuatu yang non-kinetik, yang, Anda tahu, blokade kurang kinetik, maka itu memungkinkan komunitas internasional untuk mempertimbangkan dan bekerja sama tentang bagaimana kita akan memecahkan tantangan itu,” jelasnya.
Thomas melanjutkan, Beijing juga telah memperkuat kehadiran militernya di Laut China Selatan, jalur perairan yang sibuk di barat daya Taiwan, dan telah memiliterisasi sepenuhnya pulau-pulau buatan dan alami di bawah kendalinya di jalur perairan tersebut.
“Mereka sudah memiliki semua bunker yang mereka butuhkan, mereka sudah memiliki semua kapasitas penyimpanan bahan bakar yang mereka butuhkan, kemampuan untuk menampung pasukan, mereka memiliki rudal, radar, sensor,” katanya.
Taiwan telah menjadi masalah utama dalam hubungan AS-China selama beberapa dekade, di mana ketegangan semakin diperparah oleh kunjungan baru-baru ini oleh Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke pulau itu.
Pelosi melakukan perjalanan ke Taiwan pada awal Agustus,—mengabaikan peringatan berulang kali dari Beijing untuk menghindari melakukannya—menjadi pejabat tinggi AS yang mengunjungi pulau itu dalam lebih dari 25 tahun.
Taiwan telah memiliki pemerintahan sendiri sejak tahun 1949, ketika kaum nasionalis China melarikan diri dari daratan setelah kalah perang saudara dengan kubu komunis dan mendirikan pemerintahan mereka sendiri di pulau itu.
Sementara secara resmi mengakui kedaulatan Beijing atas pulau itu dan prinsip "Satu China", Washington telah mempertahankan hubungan informal yang erat dengan pulau tersebut.
China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya yang telah direbut sementara oleh separatis. Beijing telah berulang kali mengatakan akan mencari "penyatuan kembali" dan tidak mengesampingkan opsi militer untuk mencapai tujuannya. [qnt]