WahanaNews.co, Jakarta - Korea Utara dilaporkan menahan warga perempuan yang memakai celana pendek demi mengatasi cuaca panas belakangan ini. Menurut pemerintah, celana pendek itu merupakan "fesyen kapitalis."
Seorang warga di Provinsi Pyongan Utara mengatakan kepada Radio Free Asia bahwa pemerintah Korut sebenarnya ingin menegakkan Undang-Undang Penolakan Kebudayaan dan Pemikiran Reaksioner.
Baca Juga:
Militer Korea Selatan Siarkan K-Pop dan Berita untuk Serangan Psikologis
Merujuk pada beleid itu, pakaian yang terlalu banyak menunjukkan kulit di bawah lutut tak sesuai dengan etiket dan gaya hidup sosialis.
Regulasi ini seharusnya berlaku secara merata, baik perempuan maupun laki-laki. Namun menurut sejumlah warga, aparat hanya menargetkan warga perempuan.
"Ketika semakin banyak perempuan mengenakan celana pendek di kota-kota, termasuk di Sinuiju, aparat seakan menunggu mereka melanggar etiket berpakaian," ujar warga yang enggan diungkap identitasnya itu.
Baca Juga:
Waspadai Pencurian Tinja, Pemimpin Korut Bawa Toilet Kemanapun Pergi
"Kemarin, polisi patroli menahan 10 perempuan di pasar karena memakai celana pendek. Mereka harus menulis pernyataan mengkritik diri sendiri dan meneken dokumen yang menyatakan mereka bakal menerima konsekuensi hukum jika memakai celana pendek lagi."
Para perempuan Korut pun merasa gerah dengan perlakuan pemerintah, apalagi kebanyakan dari mereka harus menjadi tulang punggung untuk keluarganya.
Kebanyakan keluarga di Korut memang menggantungkan nasib pada perempuan. Di sana, warga laki-laki biasanya harus memenuhi panggilan pekerjaan yang ditugaskan pemerintah.
Upah sebagai pekerja pemerintah tak seberapa, jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alhasil, perempuan di keluarga lah yang biasanya menjadi tulang punggung.
Memikul tanggung jawab besar di pundak mereka, para perempuan pun naik pitam karena pemerintah tak membiarkan mereka mengenakan pakaian yang nyaman di cuaca panas.
"Para warga mengeluhkan pihak berwenang, yang meneror perempuan-perempuan yang bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya, membuat mereka menghabiskan hari di pos polisi hanya karena memakai celana pendek," tutur warga itu.
Seorang warga lainnya di Provinsi Pyongan Selatan juga melontarkan keluhan serupa. Menurutnya, belakangan kian banyak perempuan mengenakan celana pendek karena cuaca sangat ekstrem di tengah gelombang panas.
"Menanggapi itu, pihak berwenang menyetop perempuan yang menggunakan celana pendek di jalan, mengatakan celana itu tak sesuai dengan tradisi dan gaya hidup sosialis," katanya.
Ini bukan kali pertama warga perempuan Korut merasa menjadi korban diskriminasi pada tahun ini. Bulan lalu, sejumlah warga juga mengeluhkan aparat hanya menghukum perempuan yang merokok, sementara laki-laki dibiarkan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]