WAHANANEWS.CO - Tekanan jalanan yang dipimpin generasi muda akhirnya menjatuhkan kursi perdana menteri dan membuka kembali luka lama soal korupsi di Bulgaria.
Perdana Menteri Bulgaria Rossen Jeliazkov mengundurkan diri pada Kamis (11/12/2025) setelah gelombang protes berminggu-minggu yang digerakkan generasi Z mengguncang negaranya.
Baca Juga:
Terkait Permintaan Pemindahan Tiga Napi Warga Bulgaria, Menko Yusril Bakal Pelajari
“Hari ini, pemerintah mengundurkan diri,” kata Jeliazkov.
Pengunduran diri itu terjadi tepat sebelum oposisi mengajukan mosi tidak percaya di parlemen, meski Jeliazkov baru memimpin kurang dari satu tahun.
Situasi ini datang di saat krusial karena Bulgaria dijadwalkan memperkenalkan mata uang euro pada 1 Januari 2026.
Baca Juga:
Memiliki Anak dan Pendidikan dalam Rumah Tangga menjadi Kunci Bahagia di Eropa
Gelombang protes besar dipicu kemarahan publik atas tingginya angka kemiskinan yang dinilai sebagai dampak langsung dari praktik korupsi para pejabat negara.
Uni Eropa yang menaungi Bulgaria sebelumnya telah merilis indeks kemiskinan dan korupsi negara-negara Eropa yang menempatkan Bulgaria dalam sorotan tajam.
Pada 2014, lebih dari satu dekade lalu, Bulgaria sudah dinyatakan sebagai negara dengan tingkat korupsi paling parah di Eropa.
Italia, Yunani, Rumania, dan Bulgaria disebut sebagai negara yang mendapat perhatian serius terkait praktik korupsi, terutama dalam pembagian tender proyek pemerintah.
Laporan Uni Eropa menyoroti sektor kesehatan sebagai salah satu bidang dengan praktik korupsi paling parah.
Kondisi Bulgaria kala itu bahkan disebut sangat serius oleh Komisaris Eropa Cecilia Malmström.
“Kondisi di Bulgaria benar-benar sangat, sangat serius,” kata Malmström pada 2014.
Ia menegaskan Bulgaria memiliki persoalan besar dalam menghadapi praktik korupsi dan perlu segera mengambil langkah konkret, termasuk memperkuat kerja sama dengan Uni Eropa.
Komisi Eropa juga mencatat lebih dari setengah negara anggota masih memiliki sistem pendanaan partai politik yang rawan korupsi.
Sebanyak 25 persen proyek pemerintah untuk pembangunan jalan dan gedung diduga terkait praktik korupsi dan manipulasi.
Masalah korupsi di Bulgaria tak kunjung surut meski telah terjadi pergantian pejabat dan beberapa kali pemilu.
Pada 2023, Jaksa Agung Bulgaria Ivan Geshev dipecat oleh Presiden Rumen Radev karena dinilai gagal memberantas korupsi dan bahkan dituding terlibat pemerasan.
Sebelum pemecatan, Geshev terlibat konflik terbuka dengan wakilnya yang juga Kepala Departemen Investigasi, Sarafov.
Sarafov melayangkan pengaduan resmi ke Kantor Kejaksaan Sofia dan menuntut penyelidikan mendesak atas dugaan kejahatan yang dilakukan Geshev.
Ia juga meminta pemecatan Wakil Kepala Departemen Investigasi Yasen Todorov di hadapan Dewan Yudisial Tertinggi.
Pada 12 Mei 2023, enam dari 11 anggota Majelis Jaksa Dewan Yudisial Tertinggi menuntut pemecatan Geshev.
Tuntutan tersebut didasarkan pada dugaan pelanggaran serius, kegagalan sistematis menjalankan tugas, serta tindakan yang merusak prestise lembaga peradilan sesuai Konstitusi Bulgaria.
Geshev menolak disalahkan sendirian dan sebelum dipecat ia menyerukan perlunya “membersihkan sampah politik di parlemen.”
Pernyataan itu secara tidak langsung menyeret nama mantan Perdana Menteri Boyko Borissov.
Dalam sidang pleno Mahkamah Agung Bulgaria pada 18 Mei 2023, Geshev menyatakan akan membuka informasi yang membuat
sejumlah hakim “malu” jika proses hukum terhadapnya dilanjutkan.
Media Bulgaria menyebut ancaman tersebut berkaitan dengan dugaan kekayaan tidak wajar sejumlah hakim Mahkamah Agung Bulgaria.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]