WahanaNews.co | Pemimpin Belarusia Alexander Lukashenko mengungkapkan dia tidak akan pernah mundur dari jabatannya, jika Barat tidak mengakhiri upaya untuk menggulingkannya dari jabatan tertinggi negara itu.
Ia mengklaim bahwa dia siap untuk menyebarkan tidak hanya nuklir, tetapi senjata "supernuklir" guna menghalangi musuh-musuhnya.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Berbicara kepada wartawan, Lukashenko menuduh Barat "menyerang" dia dan mencoba untuk melakukan kudeta di Belarusia.
“Jika kolektif Barat akan mengalihkan pandangannya dari Belarusia dan tidak mencoba untuk membalikkan keadaan di sana, seperti yang terjadi pada tahun 2020, maka semuanya akan halal dan menyeluruh, itu semua akan terjadi lebih awal dari yang mereka inginkan," katanya mengenai kemungkinan transfer kekuasaan di negara itu.
"Jika mereka menyerang kita, seperti pada tahun 2020, maka saya akan menjadi presiden abadi,” imbuh pemimpin yang telah menjabat sejak 1994 seperti dilansir dari Russia Today, Kamis (17/2/2022).
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Orang kuat Belarusia itu juga mengklaim bahwa negaranya siap untuk mengerahkan senjata nuklir, serta senjata yang bahkan lebih kuat dan tidak ditentukan, untuk bertahan melawan ancaman dari Barat.
“Dalam keadaan darurat, jika musuh dan lawan kami mengambil langkah bodoh dan tidak masuk akal, kami tidak hanya akan mengerahkan senjata nuklir, tetapi bahkan prospektif senjata supernuklir, untuk mempertahankan wilayah kami,” ujarnya.
Pemimpin Belarusia itu juga tidak menutup kemungkinan untuk mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk, wilayah-wilayah yang memproklamirkan diri memisahkan diri di wilayah Donbass timur Ukraina, yang telah terlibat konflik dengan pasukan Kiev sejak 2014.
Dia menekankan bahwa keputusan itu akan dibuat bersama dengan Rusia.
“Kami akan setuju dengan (Presiden Rusia Vladimir) Putin bagaimana bertindak demi kepentingan terbaik Rusia dan Belarusia, tetapi itu akan menjadi keputusan bersama,” jelasnya.
Pada tahun 2020, aksi protes jalanan massal pecah di Belarusia setelah massa menyengketakan hasil pemilihan presiden di mana Lukashenko dianugerahi kemenangan dengan lebih dari 80% suara.
Tokoh-tokoh oposisi, serta banyak pengamat asing, mengklaim hasil itu menguntungkannya, dan lawan utamanya dalam perlombaan, Svetlana Tikhanovskaya, terpaksa meninggalkan negara itu atau menghadapi penangkapan.
Lukashenko telah dituduh memaksakan tindakan keras polisi terhadap oposisi politik dan media setelah pemilihan, menyebabkan banyak tokoh dan aktivis anti-pemerintah melarikan diri dari Belarusia dan secara efektif menutup hampir semua media oposisi. [qnt]