WahanaNews.co | Perang Rusia-Ukraina diprediksi jadi 'perangsang' bagi industri narkoba untuk berkembang. Hal ini didasarkan pada pengalaman sebelumnya di mana negara yang berkonflik seringkali menjadi ladang dari produksi barang haram itu.
Dalam sebuah keterangan yang disajikan kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC), pengalaman sebelumnya dari Timur Tengah dan Asia Tenggara menunjukkan zona konflik dapat bertindak sebagai "magnet" untuk membuat obat-obatan sintetis. Pasalnya, tidak mungkin ada patroli saat perang berlangsung.
Baca Juga:
Masuk Radar Strategis, Biak Jadi Incaran Negara Asing untuk Kepentingan Militer
"Anda tidak memiliki polisi yang berkeliling dan menghentikan laboratorium" di zona konflik, kata pakar UNODC Angela Me kepada AFP, Senin (27/6/2022).
Laporan itu juga menambahkan bahwa lokasi Ukraina cukup dekat dari pasar obat-obatan terlarang yang cukup besar. Ini kemudian dapat menjadi bibit baru perkembangan industri obat terlarang.
"Efek ini mungkin lebih besar ketika daerah konflik berada di dekat pasar konsumen yang besar," tulis laporan itu dikutip The Straits Times.
Baca Juga:
Rusia Ngamuk! 189 Drone Hancur, Su-27 Jatuh, dan Ratusan Tentara Ukraina Tewas Seketika
Hal ini juga dibuktikan oleh data UNODC yang mengatakan jumlah laboratorium amfetamin yang dibongkar di Ukraina naik dari 17 pada 2019 menjadi 79 pada 2020. Ini merupakan jumlah tertinggi di dunia.
"Kapasitas Ukraina untuk memproduksi obat-obatan sintetis dapat tumbuh seiring perang berlanjut."
Sementara itu, tak hanya di Ukraina, UNODC juga menyampaikan kekhawatirannya terkait Afghanistan, produsen 86% opium ilegal dunia. Badan itu menyebut bantuan internasional mungkin dapat diarahkan kepada pengembangan produksi yang lebih besar.