WahanaNews.co | Orang-orang bersuka ria, memadati kelab malam,
bar, dan restoran.
Begitulah potret kekinian dari Wuhan,
sebuah kota di China tengah yang berpenduduk 11 juta
jiwa.
Baca Juga:
Lab di Amerika Uji Coba Virus Covid Super, Daya Bunuh 80%
Pemandangan ini kontras dengan yang
terjadi pada Desember 2019 dan Januari 2020, ketika
kota itu menjadi pusat wabah virus Corona Baru (Covid-19) secara global.
Kebangkitan Wuhan itu adalah potret sekilas dari salah satu sisi dunia
pasca-pandemi, yang diharapkan banyak orang di bagian Bumi lainnya
bakal tercapai pada tahun 2021 nanti.
"Selama masa epidemi, Wuhan
benar-benar kota yang mati," kata salah satu orang yang bersuka ria itu, saat dia makan daging yang ditusuk dengan sekelompok temannya, sebagaimana dilansir Reuters,
Selasa (22/12/2020).
Baca Juga:
Pembatasan Covid-19 di China Makin Ekstrem, Warganya Pun Makin Frustasi
"Setelah dibuka kembali, saya belum
pernah melihat begitu banyak orang. Sekarang semua orang keluar untuk makan dan
bersenang-senang," imbuhnya.
Kota itu meluncurkan penguncian total atau lockdown selama 76 hari, dari 23 Januari hingga 8 April 2020, begitu wabah pertama terdeteksi, dan belum melaporkan adanya temuan kasus baru Covid-19 sejak
awal Mei 2020.
Awal bulan ini, kota tersebut bahkan
meluncurkan video promosi untuk menarik wisatawan.
"Dari segudang lampu yang
berkelap-kelip di sepanjang Sungai Yangtze, tarian dan musik yang menakjubkan dari kapal
pesiar Zhiyin, hingga cahaya yang berkilauan dan suara-suara indah dari livehouse... give me five! Everybody!" bunyi video promosi tersebut.
Itu dilakukan ketika
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan tim ahli internasional yang akan
melakukan perjalanan ke China, bulan depan, untuk
menyelidiki asal-usul Covid-19.
Mereka akan pergi ke Wuhan, dan akan melakukan penyelidikan dengan bebas.
Ditanya tentang misi internasional,
yang telah dikerjakan organisasi itu selama berbulan-bulan
untuk sampai ke China, Kepala Darurat WHO, Michael Ryan, mengatakan kepada wartawan bahwa para
ahli diperkirakan akan melakukan perjalanan pada minggu pertama Januari 2021.
"Akan ada pengaturan karantina. Tentu saja harus. Seperti biasa, kami
harus mematuhi apa pun pengaturan manajemen risiko dalam perjalanan saat
kedatangan dan selama di China sendiri," katanya.
Badan kesehatan PBB itu mengirim tim
pendahulu ke Beijing pada Juli 2020 untuk meletakkan dasar bagi
penyelidikan internasional.
Tetapi, hingga
minggu ini, masih belum jelas kapan tim ilmuwan yang lebih besar dapat
melakukan perjalanan ke China untuk memulai studi epidemiologi itu, yang mencoba mengidentifikasi kasus manusia pertama dan sumber infeksi
mereka.
Ada kekhawatiran tentang apakah para
ahli akan diizinkan melakukan perjalanan ke Wuhan.
Tetapi Ryan bersikeras bahwa para ahli
itu tentu saja harus melewati Beijing, dan tidak ada
keraguan tim akan mengunjungi Wuhan.
"Memang itulah misinya,"
katanya.
"Tujuan dari misi ini adalah
untuk mencapai titik awal di mana kasus manusia terdeteksi, dan kami
sepenuhnya berharap untuk melakukannya," paparnya.
Dia juga tersinggung dengan pertanyaan
apakah mereka akan bekerja di bawah pengawasan China selama berada di sana.
"Ini adalah tim ahli internasional
dengan reputasi internasional, (yang) akan bekerja dengan kolega China kami,"
katanya.
"Mereka tidak akan diawasi oleh
pejabat China," katanya lagi.
"Kami akan beroperasi sebagaimana
kami akan beroperasi di negara anggota mana pun, atas undangan mereka, dengan
rasa terima kasih atas dukungan mereka untuk itu dan dengan niat penuh untuk
mengejar prinsip-prinsip ilmiah yang selalu dianut oleh organisasi ini," pungkasnya. [qnt]