WahanaNews.co | Studi
Pusat Pengendalian Penyakit China (CDC) melaporkan jika kasus virus Covid-19 di
Kota Wuhan, Provinsi Hubei, bisa jadi lebih tinggi 10 kali lipat dibanding
angka resmi.
Baca Juga:
Lab di Amerika Uji Coba Virus Covid Super, Daya Bunuh 80%
Sekitar 4,4% dari 11 juta penduduk kota telah mengembangkan
antibodi terhadap virus yang menyebabkan Covid-19 pada April, menurut laporan
CDC. Hal tersebut berkorelasi dengan sekitar 480.000 infeksi di Wuhan pada
April, hampir 10 kali lipat dari penghitungan resmi hingga saat ini dari 50.000
kasus di kota tempat pertama kali ditemukannya Covid-19.
Perbedaan yang diungkapkan oleh data CDC mungkin
"menunjukkan potensi pelaporan yang tidak dilaporkan karena kekacauan pada
akhir Januari dan awal Februari, ketika sejumlah besar orang tidak diuji atau
tidak diuji secara akurat untuk Covid-19," kata Huang Yanzhong, partner
senior kesehatan global di Council on Foreign Relations (CFR), kepada AFP.
Sementara Qin Ying, seorang ahli serologi dari CDC
mengatakan, bahwa perbedaan data tidak hanya terjadi di China.
Baca Juga:
Pembatasan Covid-19 di China Makin Ekstrem, Warganya Pun Makin Frustasi
Laporan studi Pusat
Pengendalian Penyakit China (CDC) menyatakan jika kasus virus corona baru
penyebab Covid-19 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, kemungkinan besar 10 kali
lebih tinggi daripada angka resmi.
Sekitar 4,4% dari 11 juta penduduk kota telah mengembangkan
antibodi terhadap virus yang menyebabkan Covid-19 pada April, menurut laporan
CDC. Hal tersebut berkorelasi dengan sekitar 480.000 infeksi di Wuhan pada
April, hampir 10 kali lipat dari penghitungan resmi hingga saat ini dari 50.000
kasus di kota tempat pertama kali ditemukannya Covid-19.
Perbedaan yang diungkapkan oleh data CDC mungkin
"menunjukkan potensi pelaporan yang tidak dilaporkan karena kekacauan pada
akhir Januari dan awal Februari, ketika sejumlah besar orang tidak diuji atau
tidak diuji secara akurat untuk Covid-19," kata Huang Yanzhong, partner
senior kesehatan global di Council on Foreign Relations (CFR), kepada AFP.
Sementara Qin Ying, seorang ahli serologi dari CDC
mengatakan, bahwa perbedaan data tidak hanya terjadi di China. [qnt]