WahanaNews.co |
Pemilihan Presiden Iran diperkirakan berlangsung semakin ketat setelah tiga
dari tujuh Capresnya mundur sebelum pesta demokrasi dimulai hari ini, Jumat
(18/6/2021).
Seorang ulama
ultrakonservatif, Ebrahim Raisi, diperkirakan akan memenangkan Pilpres dan
menjadi penerus Presiden Hassan Rouhani yang akan lengser setelah menjabat dua
periode.
Baca Juga:
Balas Israel, Iran Disebut Bakal Tingkatkan Kekuatan Hulu Ledak
Sementara itu, tiga kandidat
penantang Raisi merupakan eks komandan Garda Revolusi Iran, Mohsen Rezai,
mantan Gubernur Bank Sentral Iran, Abdolnasser Hemmati, dan politikus partai
FIRS, Amir-Hossein Ghazizadeh.
Berikut profil singkat
keempat Capres Iran tersebut.
Baca Juga:
Elon Musk Beberkan Alasan Tangguhkan Akun X Pemimpin Tertinggi Iran
Ebrahim Raisi
Meski minim pengalaman
politik, Raisi merupakan kepala kehakiman Iran yang dikenal dengan kebijakan
eksekusi massal ribuan tahanan pada akhir 1980-an.
Media Iran menganggap pria
yang kerap memakai sorban hitam itu sebagai penerus Pemimpin Tertinggi
Ayatollah Ali Khamenei.
Raisi lahir pada 1960 di
sebuah desa kecil dekat kota suci Masyhad, kota terbesar kedua di Iran.
Raisi muda merupakan anak
didik Khamenei saat mengenyam pendidikan seminari di Qom.
Setelah revolusi Islam 1979,
Raisi muda bergabung dengan kantor jaksa di Masjed Soleyman.
Sejak itu ia memimpin kantor
kejaksaan di sejumlah daerah.
Raisi pernah menyalonkan diri
sebagai Presiden dalam Pilpres 2017 dan bersaing dengan Rouhani, namun kalah
dengan hanya meraup 38 persen dukungan.
Raisi termasuk dalam kubu
ultrakonservatif yang tidak percaya Amerika Serikat.
Ia bahkan kerap menganggap AS
sebagai "Setan Besar".
Raisi juga merupakan salah
satu oposisi Presiden Hassan Rouhani selama ini, yang memiliki pendekatan lebih
moderat terhadap bangsa Barat, terutama AS.
Abdolnaser Hemmati
Hemmati merupakan mantan Gubernur
Bank Sentral sejak 2018-2021.
Ia mundur dari jabatan
setelah memutuskan mencalonkan diri dalam Pilpres tahun ini.
Hemmati merupakan mantan
jurnalis dan bankir yang mengaku sebagai seorang realis.
Berbeda dengan Raisi, ia
menjadi salah satu politikus moderat seperti Rouhani yang mendukung Teheran
kembali ke perjanjian nuklir 2015 demi penghapusan sanksi negara Barat.
Teknokrat berusia 64 tahun
itu menganggap perekonomian Iran tidak akan bisa berkembang pesat tanpa
penghapusan sanksi-sanksi negara Barat.
Mohsen Rezai
Rezai dijuluki kandidat Presiden
abadi lantaran tak menyerah mencalonkan diri sebagai Presiden Iran meski kalah
beberapa kali dalam Pemilihan Umum.
Rezai merupakan kepala Dewan
Kemanfaatan (Expediency Council) Iran
sejak 1997.
Politikus garis keras dan
tokoh militer itu lahir dari keluarga religius Bakhtiyari.
Ia merupakan veteran perang
Irak.
Rezai bergabung dengan Garda
Revolusi Iran (IRGC) dan menjabat sebagai pemimpin badan intelijennya.
Pada 1981, Rezai ditunjuk
Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ruhollah Khomeini sebagai panglima tertinggi IRGC
dan mempertahankan jabatan itu selama 16 tahun.
Pria 66 tahun itu menolak
penerapan undang-undang untuk memenuhi FATF dengan alasan itu akan merugikan
negara dan mencegah Iran keluar dari sanksi AS.
Rezai juga salah satu
politikus yang menentang kesepakatan nuklir Iran dengan AS dan negara Barat
lainnya.
Amir-Hossein Ghazizadeh Hashemi
Mengutip Wall Street Journal, Hashemi merupakan anggota parlemen garis keras
Iran.
Dokter spesialis THT itu
merupakan kandidat Presiden termuda Iran dengan usia 50 tahun.
Selama tiga debat Presiden,
Hashemi berupaya menjadi sosok yang dewasa dengan menahan diri dari pertikaian
yang berlangsung antara Capres lainnya.
Ia berupaya berpegang teguh
pada pertanyaan yang dilontarkan moderator televisi.
Hashemi merupakan sepupu
mantan Menteri Kesehatan, Hasan Ghazizadeh Hashemi.
Ia berjanji jika menang akan
membentuk pemerintahan muda Iran yang akan memandu revolusi fase kedua yang
diarahkan oleh pemimpin tertinggi Iran. [qnt]