WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyatakan rencananya untuk mengenakan tarif impor hingga 200 persen terhadap obat-obatan yang masuk ke negaranya.
Pernyataan ini disampaikan dalam rapat kabinet pada Selasa (8/7/2025).
Baca Juga:
Pemerintah Trump Kirim Marinir ke Florida, Logistik dan Administrasi Jadi Fokus Utama
Trump menegaskan bahwa penerapan tarif tinggi itu tidak akan berlangsung seketika.
Ia berencana memberikan masa transisi selama satu hingga satu setengah tahun kepada perusahaan farmasi untuk memindahkan kegiatan produksi mereka ke dalam negeri.
"Kami akan beri mereka waktu untuk membereskan semuanya," ujar Trump.
Baca Juga:
Trump Ancam Jepang dengan Tarif Baru karena Tolak Beras AS
Diikutip dari CNBC, Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengungkapkan bahwa rincian tentang tarif tersebut akan diumumkan pada akhir bulan ini.
Ia menambahkan bahwa kajian tentang dampak impor pada sektor obat-obatan dan semikonduktor sedang dirampungkan.
"Untuk obat-obatan dan semikonduktor, studi terkait sedang diselesaikan pada akhir Juli," katanya.
Lutnick juga menyampaikan bahwa keputusan akhir akan berada di tangan Presiden setelah kajian tersebut selesai.
Namun hingga kini belum dapat dipastikan apakah kebijakan tarif tersebut akan benar-benar diberlakukan, mengingat rekam jejak Trump yang seringkali mengubah arah kebijakan jika menghadapi tekanan.
Pernyataan ini merupakan sikap paling keras dari Trump terkait tarif di sektor farmasi sejak dimulainya investigasi berdasarkan Pasal 232 pada April 2025, yang bertujuan menilai potensi ancaman impor terhadap keamanan nasional.
Jika kebijakan ini diberlakukan, industri farmasi akan menghadapi tekanan berat.
Selain risiko meningkatnya biaya produksi dan terhambatnya investasi, sejumlah pihak memperingatkan bahwa tarif ini bisa mengganggu rantai pasok obat dan berdampak buruk pada pasien.
Produsen juga mengeluhkan bahwa kebijakan tarif tersebut dapat menekan profit mereka dan mengurangi kemampuan untuk mengembangkan inovasi melalui riset.
Meskipun demikian, Trump tetap melihat tarif sebagai pendorong agar perusahaan kembali memproduksi obat di dalam negeri.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]