WahanaNews.co, Jakarta - Uni Emirat Arab (UEA) telah dihapus dari 'daftar abu-abu' Financial Action Task Force, sebuah lembaga global yang bertugas memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme. Negara ini dinilai berhasil melakukan reformasi yang signifikan.
Keputusan untuk menghapus UEA dari daftar pemantauan diambil setelah tinjauan menyeluruh dilakukan terhadap negara dengan ekonomi terbesar kedua di kawasan Arab itu. Sebelumnya, UEA ditempatkan dalam daftar abu-abu pada 2022.
Baca Juga:
Setara Negara Maju, Pendapatan Per Kapita Jakarta Pusat US$50.000
Dalam rapat pleno yang terlaksana Jumat (23/2), UEA, Barbados, Gibraltar, dan Uganda adalah sejumlah negara yang tidak lagi berada dalam daftar abu-abu.
FATF menilai keempat negara tersebut sukses mengatasi kelemahan strategis AML/CFT (pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme) yang sebelumnya diidentifikasi selama evaluasi mereka.
"Negara ini (UEA) telah berkomitmen untuk melaksanakan rencana aksi untuk dengan cepat menyelesaikan kelemahan strategis yang diidentifikasi dalam jangka waktu yang disepakati. Negara-negara ini tidak akan lagi menjadi subjek proses pemantauan yang diperketat oleh FATF," tulis lembaga tersebut dikutip dari The National News, Sabtu (24/2/2024).
Baca Juga:
Kebut Elektrifikasi dan EBT, PLN Kantongi Pendanaan US$ 581,5 Juta dari Bank Dunia
Dalam rapat pleno Oktober 2023, FATF diketahui sempat mengatakan UAE telah mengambil langkah-langkah substansial sesuai dengan rencana aksi dan menyetujui undangan inspeksi lokasi di negara tersebut.
Inspeksi adalah langkah terakhir sebelum penghapusan UEA dari daftar abu-abu. Reformasi AML/CFT yang dilakukan oleh UAE merupakan bagian dari rencana aksi FATF, termasuk langkah-langkah untuk membantu penyelidikan pencucian uang, pemberlakuan sanksi dalam kasus pelanggaran di lembaga keuangan, dan peningkatan jumlah penuntutan untuk memerangi pencucian uang.
Dalam rapat pleno terbaru, FATF dikabarkan menambahkan Kenya dan Namibia ke daftar negara yang diperketat pemantauannya.
Menteri Luar Negeri UEA yang juga Ketua Komite Tinggi Pengawasan Strategi Nasional tentang Pencegahan Pencucian Uang dan Penanggulangan Pendanaan Terorisme, Sheikh Abdullah bin Zayed, pun menyambut baik langkah tersebut. Ia menyatakan apresiasinya kepada berbagai pihak yang telah bekerja untuk mewujudkan capaian itu.
"Keberhasilan ini adalah hasil dari upaya yang signifikan dan luar biasa oleh kementerian terkait, pemerintah federal, dan entitas lokal," katanya.
"Upaya bersama ini bertujuan untuk mempercepat strategi nasional dan rencana aksi, mencapai arahan dan aspirasi kepemimpinan UEA, dengan tujuan untuk lebih memperkuat posisi dan daya saing negara sebagai pusat ekonomi, perdagangan, dan investasi, serta meningkatkan posisinya secara global," sambung Abdullah.
Menteri Ekonomi UEA, Abdulla bin Touq, mengatakan bahwa keputusan FATF bakal memperkuat efektivitas sistem nasional UEA dalam memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme. "Ini landasan untuk meningkatkan posisi UAE sebagai pusat perdagangan dan investasi global," tegasnya.
Sebagai informasi, FATF adalah organisasi inisiatif dari negara-negara yang tergabung salam G7. Berdiri pada 1989, organisasi itu memimpin tindakan global untuk mengatasi pencucian uang dan pendanaan terorisme dan penyebaran senjata.
Badan beranggotakan 39 negara tersebut menetapkan standar internasional untuk memastikan otoritas nasional dapat efektif menindak dana yang terkait dengan perdagangan narkoba, perdagangan senjata ilegal, penipuan siber, dan kejahatan serius lainnya.
Secara total, sebanyak 200 negara telah berkomitmen untuk mengadopsi standar FATF. FATF juga dibantu sejumlah organisasi lain termasuk IMF dan Bank Dunia.
[Redaktur: Sandy]