WahanaNews.co | Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI), telah menetapkan target pengurangan sampah sebesar 30% dan menargetkan pengelolaan sampah dengan baik sebesar 70% pada 2025.
Mengingat pantai dan lautan merupakan aset terbesar bagi pariwisata Indonesia yang dapat mendongkrak nilai devisa, maka pengelolaan sampah yang baik sangat dibutuhkan untuk dapat menjaga kelestarian dan daya tarik daerah wisata.
Baca Juga:
RDF Plant Jakarta Solusi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan dan Berpotensi Hasilkan PAD yang Cukup Besar
Untuk itu, butuh aksi nyata untuk membantu para changemakers terpilih agar mengimplementasikan solusi inovatif dalam pengelolaan sampah di Bali, Labuan Bajo, dan Danau Toba melalui Catalyst Changemaker Ecosystem (CCE).
GoTo Impact Foundation (GIF), organisasi penggerak dampak, sebelumnya bernama Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (Kemenparekraf RI) siap wujudkan komitmen kerja sama lewat intervensi ekonomi sirkular.
Monica Oudang, selaku Chairperson GoTo Impact Foundation menyampaikan dukungan terhadap agenda bersama yang ditetapkan pemerintah, sebagai organisasi yang didirikan oleh Grup GoTo, GIF mengedepankan kekuatan transformatif ‘gotong royong’ dalam melahirkan inovasi.
Baca Juga:
Tak Ada Lagi Impor Sampah Plastik, Menteri Hanif Siap Awasi dan Tindak Pelanggar
"GIF membangun CCE yang merupakan prototipe dari innovation ecosystem untuk memobilisasi dan menyatukan para pembuat dampak, pendanaan, pengetahuan, dan keahlian guna mengatasi tantangan pengelolaan sampah di Indonesia," ujar Monica.
CCE berperan sebagai katalisator dalam mengatasi permasalahan sampah dengan lebih cepat, lebih besar, dan lebih berkelanjutan.
Melalui CCE, GIF bekerja sama dengan Kemenparekraf RI dalam lingkup pertukaran data dan informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan sampah yang menerapkan ekonomi sirkular di tiga daerah wisata. Hal ini ditujukan untuk mencapai Indonesia Bersih Sampah 2025.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno, menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor ini, sejalan dengan Peraturan Presiden No. 83 tahun 2018 tentang penanganan sampah laut.
“Sebagai negara kepulauan, wisata bahari merupakan salah satu aset terbesar pariwisata Indonesia. Saya sangat mengapresiasi peran GoTo Impact Foundation," ujar Menparekraf Sandiaga.
"Karena hal ini sejalan dengan program Kemenparekraf dalam mengakselerasi dampak yang berkelanjutan bagi penyelesaian sampah di destinasi wisata Indonesia. Maka dari itu, kami yakin bahwa partisipasi aktif semua pihak akan membantu mencapai target nasional pengurangan sampah sebesar 30 persen dan pengelolaan serta penanganan sampah sebesar 70 persen pada tahun 2025," kata Sandiaga.
Bagaimana proses berjalannya kolaborasi ini?
CCE berfungsi sebagai wadah kolaborasi yang melingkupi tiga kegiatan utama, yaitu Link Up, mengkolaborasikan para ahli dari berbagai sektor di sepanjang rantai nilai sampah dengan komunitas di lapangan; Sync Up, menyelaraskan para pembuat dampak dengan data dan pengembangan kapasitas untuk berinovasi bersama menghasilkan solusi hyperlocal; dan Scale Up, mengembangkan solusi inovatif guna mencapai tujuan bersama.
Di gelombang kedua ini, CCE telah dimulai pada Maret 2023, menggandeng 50 changemakers (pembawa perubahan), yang terdiri dari lembaga-lembaga nirlaba yang dekat dengan masalah di lapangan serta startup sebagai penyedia teknologi ke dalam Catalyst Changemakers Lab (Lab).
Di dalam Lab, para changemakers berkumpul membentuk konsorsium untuk mengembangkan kapasitas dan memantik kolaborasi untuk menyusun solusi inovatif.
Setelah melakukan evaluasi mendalam dengan mempertimbangkan aspek inovasi, skalabilitas, kelayakan, keberlanjutan, dampak, dan teori perubahan, konsorsium changemakers dipilih dan akan segera mengimplementasikan proyek percontohan di tiga daerah pariwisata.
Nantinya, Konsorsium pertama akan menerapkan sistem pengelolaan sampah berbasis desa wisata dengan integrasi teknologi untuk menghasilkan energi terbarukan (Refuse Derived Fuel) dan material bangunan berkelanjutan.
Proyek ini dijalankan di Desa Besakih, Kabupaten Karangasem, Bali oleh Bali Waste Cycle, Rebricks, dan WasteHub. Kedua, berlokasi di Desa Golo Mori Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, akan dijalankan oleh Divers Clean Action, Karma Bumi, Kole Project, dan Sky Volunteer (Synersia) untuk membangun pengelolaan desa wisata yang berkelanjutan. Terakhir, CCE juga akan mendukung pariwisata yang berkelanjutan melalui pengelolaan dan pengurangan sampah di area Danau Toba.
GIF berharap dukungan ini dapat mendorong kolaborasi berbagai pihak dalam penyelesaian masalah sampah di Indonesia.
“Kami berharap seluruh pembuat dampak mulai dari pelaku bisnis, organisasi non-profit, akademisi, pemerintah, dan seluruh masyarakat untuk #BergerakBerdampakBersama dalam menciptakan masa depan yang lestari melalui pengelolaan dan pengurangan sampah di Indonesia,” tutup Monica.
[Redaktur: Zahara Sitio]