WahanaNews.co | Antibodi dikenal sebagai protein darah yang dihasilkan tubuh untuk merespon dan melawan antigen tertentu, termasuk juga melawan virus SARS-CoV-2, si biang penyakit Covid-19.
Mereka aktif ketika sesuatu yang asing dalam tubuh kita menyerang, dan menjadi bagian terpenting dalam sistem kekebalan tubuh kita. Meski demikian, COVID-19 seiring waktu dan tempat terus mengalami perkembangan, mutasi, dan menjadi varian baru. Dapatkah antibodi melawannya?
Baca Juga:
Banyak Warga Israel Masuk RS, Ini Fakta-fakta Serangan Virus Mematikan West Nile
Para peneliti di Washington University School of Medicine in St. Louis telah mengidentifikasi antibodi yang sangat protektif pada dosis rendah untuk melawan berbagai varian virus.
Mereka melaporkan temuan itu dalam makalah pre-proof berjudul A potently neutralizing SARS-CoV-2 antibody inhibits variants of concern by utilizing unique binding residues in a highly conserved epitope. Laporan itu tersedia di Imunity yang diterima Jumat (13/08/2021).
Mereka menulis, antibodi menempel pada bagian virus dengan cara yang berbeda pada semua varian. Artinya, resistensi antibodi tidak mungkin muncul di beberapa bagian yang biasa diketahui, para peneliti berpendapat.
Baca Juga:
Demam Lassa Menyebabkan 156 Kematian di Nigeria dalam Empat Bulan Terakhir
"Antibodi saat ini mungkin bekerja melawan beberapa tetapi tidak semua varian," kata salah satu penulis laporan itu, Michael S. Diamond. Dia adalah profesor di Herbert S. Gasser.
"Virus kemungkinan akan terus berkembang seiring waktu dan waktu. Memiliki antibodi penetralisir yang luas dan efektif yang bekerja secara individual dan dapat dipasangkan untuk membuat kombinasi baru yang memungkinkan dapat mencegah resistensi," jelasnya di Eurekalert.
SARS-CoV-2, selama ini menggunakan spike proteinnya untuk menempel dan menyerang sel-sel di saluran pernapasan kita. Antibodi yang mencegah spike menempel pada sel, berusaha menetralkan virus dan mencegah penyakit.
Namun, banyak varian baru justru dapat bermutasi pada gen spike mereka. Hal itu tentunya sangat memungkinkan mereka menghindari antibodi dalam tubuh kita yang dihasilkan melawan serangan. Tentunya, Diamond dan tim menulis, bisa merusak efektivitas perawatan terapi yang berbasis antibodi.
Dalam eksperimennya, mereka menemukan dua antibodi yang mampu menetralkan semua varian, yakni antibodi SARS2-38. Antibodi ini dapat melindungi dari penyakit yang disebabkan oleh dua varian: kappa dan virus yang mengandung spike protein dari varian beta, terang Diamond dan tim.
Varian beta sendiri terkenal resisten terhadap antibodi, sehingga ketidakmampuannya untuk melawan SARS2-38 adalah hal yang sangat luar biasa, tulis para peneliti.
Eksperimen itu dilakukan para peneliti dengan mengimunisasi tikus pada bagian penting dari protein spike virus yang dikenal sebagai domain pengikat reseptor. Sementara di sisi lain, mereka juga mengekstrak sel penghasil antibodi, dan mendapatkan 43 antibodi dari sel yang mengenali domain pengikat reseptor.
43 antibodi ini disaring para peneliti dengan mengukur seberapa baik mereka mencegah varian asli SARS-CoV-2 yang menginfeksi tubuh. Ada sembilan antibodi penetral yang paling kuat, kemudian diuji kepada tikus untuk diketahui seberapa kuat antibodi itu melindungi hewan terinfeksi virus dari penyakit.
Beberapa di antaranya, lulus di dua pengujian sebelumnya dengan berbagai tingkat potensi. Dua dari antibodi yang sebelumnya dipaparkan di atas adalah bagian dari yang lulus ini. Keduanya yang paling kuat melindungi tikus dari penyakit, dan berhasil diuji pula dari varian virus lainnya.
Melalui eksperimen yang lebih lanjut, para peneliti menunjukkan tempat yang tepat pada protein spike yang bisa dikenali oleh antibodi. Mereka juga mengidentifikasi dua mutasi di tempat itu yang pada semestinya dapat mencegah antibodi kita bekerja.
Masalahnya, mutasi ini semakin langka di dunia nyata. Para peneliti harus mencari database sekitar 800.000 urutan SARS-CoV-2 dan menemukan mutasi yang langka itu hanya 0,04 persen dari data yang ada.
"Antibodi ini sangat menetralkan (bekerja sangat baik pada konsentrasi rendah) dan menetralkan secara luas (dapat bekerja melawan semua varian)," ujar Diamond.
"Itu adalah kombinasi yang tidak biasa dan sangat diinginkan untuk antibodi. Serta, ia mengikat ke tempat unik pada protein lonjakan yang tidak ditargetkan oleh antobodi lain yang sedang dikembangkan."
"Bagus bila digunakan untuk terapi kombinasi. Kita bisa mulai memikirkan untuk menggabungkan antibodi ini dengan antibodi lain yang mengikat di tempat lain untuk membuat terapi kombinasi yang akan sangat sulit dilawan virus," tambahnya. [rin]