WahanaNews.co | Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan, angka kematian ibu dan bayi yang tinggi masih menjadi ancaman, bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BKKBN Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo So.OG (K) dalam webinar bertajuk Remaja Peduli Kesehatan Reproduksi, Stunting, dan Penurunan Angka Kematian Ibu, beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Sungguh Tega, Bayi Dicekoki Obat Penggemuk Sama Babysitter di Surabaya Selama 2 Tahun
“Kita semua harus merasa prihatin, angka kematian ibu dan bayi masih tinggi. Kita bayangkan sejenak bahwa angka kematian bayi kita masih 24 per 1.000. Artinya setiap 1.000 kelahiran yang mati 24. Kalau ada 100 orang melahirkan yang mati antara 2 dan 3,” kata Hasto.
Hasto menjelaskan, tingkat kematian pada bayi yang tinggi berbanding terbalik dengan jumlah penurunannya.
Ia merinci angka kematian ibu yang masih cukup besar jumlah, yakni 230 per 100 ribu kelahiran hidup.
Baca Juga:
Terlalu! Ayah Kandung Tega Jual Bayi Demi Beli Handphone dan Judi
Sementara, BKKBN menargetkan angka kelahiran hidup di tahun 2030 mencapi 70 per 100 ribu.
Berdasarkan data Sampling Registration System (SRS) tahun 2018, sekitar 76 persen kematian ibu terjadi di fase persalinan dan pasca persalinan dengan proporsi 24 persen terjadi saat hamil, 36 persen saat persalinan dan 40 persen pasca persalinan.
Di mana lebih dari 62 persen Kematian Ibu dan Bayi terjadi di rumah sakit. Artinya akses masyarakat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan sudah cukup baik.