WahanaNews.co | Akhir April 2021, banyak orang India kabur ke luar negeri,
termasuk ke Indonesia, guna menghindari tsunami virus Corona di negaranya.
Tercatat, ada
132 WN India yang masuk ke Indonesia dengan pesawat carter melalui Bandara
Soekarno-Hatta.
Baca Juga:
Kekhawatiran Pakar soal Kombinasi Covid-19 Delta dan Omicron
Saat itu, menurut Kementerian
Kesehatan, belasan
orang di antaranya mengalami positif Covid-19.
Ratusan
WNA asal India tersebut sebagian besar adalah ibu rumah tangga dan anak-anak
yang memiliki Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas).
Usai
banyak warga India yang masuk ke Indonesia, pemerintah membuat aturan
pelarangan sementara bagi warga India ke Indonesia.
Baca Juga:
Ilmuwan Konfirmasi Varian Baru Covid-19 Merupakan Mutasi dari Delta dan Omicron
Kebijakan
pelarangan sementara ini dianggap sebagai upaya antisipasi penyebaran virus
dari warga India yang datang ke Indonesia.
Indonesia Kebobolan
Setelah
peristiwa itu, diketahui bahwa virus Corona varian Delta mulai tercatat hadir di Indonesia.
Sebagaimana
diketahui, varian Delta atau B.1.617.2 awalnya ditemukan di India.
Masuknya
ratusan WN India itu seperti menjadi penanda bahwa Indonesia belum benar-benar
memperhatikan pintu masuk, terutama memantau warga negara asing yang masuk dari
wilayah yang menjadi perhatian dunia seperti India.
Sebab,
penularan varian Delta di Indonesia terjadi dari mereka yang memiliki riwayat
perjalanan dari luar negeri dan sebagian kasus akibat transmisi lokal.
Awalnya
virus ini terdeteksi di Jakarta. Saat itu, ditemukan dua kasus.
Lalu,
varian Delta menyebar ke Kabupaten Kudus, Kabupaten Bangkalan, hingga
mendominasi di sejumlah wilayah di Indonesia saat ini.
Dari
catatan Kementerian Kesehatan per 6 Juli 2021, ada 436 kasus varian Delta di
Indonesia.
Varian
Delta merupakanyang paling mendominasi di Indonesia dibandingkan dengan
varian Alpha, Beta, Eta, Iota, ataupun Kappa.
Dominasi
varian Delta ini disebabkan varian tersebut memiliki kemampuan menular yang
sangat tinggi dibandingkan dengan varian lainnya.
Seharusnya,
penularan varian Delta, termasuk varian lainnya di Indonesia, bisa dicegah bila sejak awal
pemerintah memperketat pintu keluar masuk Indonesia.
Namun,
hingga kini, pemerintah tidak memilih kebijakan tersebut dengan alasan
WHO atau organisasi kesehatan dunia tidak menyarankan negara untuk menutup
pintu masuk bagi perjalanan internasional selama pandemi.
Meski
begitu, menurut ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky
Budiman,pemerintah seharusnya mampu memperkuat screening di setiap pintu masuk.
"Itu
(penutupan pintu masuk) tidak mengharuskan ditutup, tapi yang dilakukan adalah
penguatan screening di pintu masuk, yang
selama ini Indonesia lengah dan lemah, karena regulasinya yang saya kritik dari awal," kata
Dicky, saat dihubungi wartawan, Kamis (8/7/2021).
Dicky
mengatakan, durasi karantina bagi pelaku perjalanan dari luar negeri idealnya
14 hari, ditambah 7 hari khusus untuk pelaku perjalanan dari negara yang
terdeteksi varian Delta dan Alpha.
Bisa Terjadi Seperti India
Ledakan
kasus Covid-19 di Indonesia akhir-akhir ini terjadi begitu cepat dan dalam
skala yang sangat besar.
Grafik
kasus positif harian di Indonesia memperlihatkan peningkatan kasus yang sangat
tajam sejak Juni 2021.
Tidak
seperti lonjakan sebelumnya yang terjadi dalam kurun waktu beberapa bulan,
ledakan kasus kali ini terjadi hanya dalam hitungan minggu.
Bahkan,
penambahan kasusnya pun tidak main-main.
Pada
Kamis (8/7/2021), kasus baru Covid-19 bertambah 38.391 dalam 24 jam terakhir.
Angka
ini merupakan penambahan kasus harian tertinggi sejak awal pandemi terjadi di
Indonesia.
Penambahan
tersebut menyebabkan total kasus Covid-19 di Indonesia saat ini mencapai
2.417.788 orang, terhitung sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.
Dicky
Budiman mengatakan, dengan dominasi varian Delta di Indonesia, kita harus lebih
bersiap terhadap lonjakan kasus yang diperkirakan memuncak di Jawa sekitar
pertengahan Juli 2021.
"Pemerintah
harus merespons data ini dengan benar. Pengalaman di banyak negara, untuk
meresponsnya harus perkuat respons, apa pun vaksin harus dipercepat untuk
mengurangi jumlah orang berpotensi jadi berat jika terinfeksi walaupun tetap
bisa tertular," ujarnya.
Jika
tidak adaupaya intervensi dalam menekan pandemi Covid-19 di Tanah Air,
hal buruk seperti yang terjadi di India dan Malaysia kemungkinan terjadi.
Hal ini
pernah diungkap oleh Wakil Presiden Ma"ruf Amin.
"Sehingga,
kalau kita tidak melakukan upaya-upaya intervensi, ini bisa terjadi seperti di
India, Malaysia," kata Ma"ruf di Tangerang, Selasa (15/6/2021).
Hal
yang sama juga pernah diungkap oleh ahli epidemiologi Universitas Airlangga, Dr
Windhu Purnomo.
"Apa
yang terjadi di India, Malaysia, dan beberapa negara lain juga bisa terjadi di
Indonesia kalau kita tidak mau belajar dari pengalaman buruk negara lain
itu," katanya.
Skenario Terburuk
Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut
Binsar Pandjaitan, mengatakan, selama dua pekan ke depan merupakan masa kritis
bagi Indonesia dalam menangani pandemi Covid-19.
Hal ini
dikarenakan kasus Covid-19 di Indonesia diprediksi akan terus mengalami
kenaikan dan melampaui 40.000 kasus baru dalam sehari.
"Angka
ini bisa akan terus naik seperti hari kemarin 29.000, bisa saja mungkin nanti
kita sampai ke 40.000 ataupun lebih," ujar Luhut, dalam konferensi pers daring yang
ditayangkan YouTube Sekretariat
Presiden, Selasa (6/7/2021).
Mengantisipasi
kemungkinan tersebut, kata Luhut, pemerintah telah menyiapkan berbagai skenario
jika seandainya situasi Covid-19 di Indonesia benar-benar jatuh ke situasi
terburuk.
Dengan
menambah jumlah fasilitas kesehatan, misalnya. Kemudian juga menambah stok oksigen.
Dalam
2-3 hari terakhir pemerintah telah menambah stok oksigen yang didatangkan dari
berbagai wilayah, seperti Morowali, Cilegon, dan Batam.
Perihal
obat-obatan, kata Luhut, pemerintah akan memastikan ketersediaannya, termasuk
paket obat ringan untuk pasien isolasi mandiri.
Termasuk
membuka peluang bantuan dari negara tetangga, seperti Singapura dan China.
Luhut
meminta masyarakat tak khawatir terkait hal ini, dan jangan pula meremehkan
terhadap berbagai upaya yang tengah dilakukan pemerintah.
"Jadi
semuanya kekuatan kita kerahkan, jadi jangan ada yang menganggap underestimate
bahwa Indonesia ini tidak bisa mengatasi masalah," kata Luhut. [qnt]