WAHANANEWS.CO, Jakarta - Konsumsi rokok yang mengalahkan beras dalam belanja rumah tangga kembali menjadi sorotan tajam pemerintah karena dianggap berperan besar dalam tingginya angka stunting di Indonesia.
Perwakilan Tim Kerja Paru, Otak, dan Kardiovaskular Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kementerian Kesehatan Hanifah Rogayah menegaskan hal itu saat memaparkan materi dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Baca Juga:
Rokok Ilegal di Batam Rugikan Negara Miliaran Rupiah
"Rokok itu mengalahkan dari konsumsi beras di rumah tangga. Ini juga menjadi kenapa pemerintah kita mengatur kembali dikaitkan dengan penggunaan produk rokok dan rokok elektronik," kata Hanifah.
Ia menjelaskan, kebiasaan merokok tidak hanya membawa dampak kesehatan tetapi juga menekan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
"Selain menyebabkan penyakit, sekarang yang menjadi fokus pemerintah adalah menurunkan stunting. Kalau belanja rumah tangga lebih besar untuk rokok daripada beras, tentu pemenuhan gizi keluarga terganggu," ucapnya.
Baca Juga:
Aktivis Soroti Maraknya Rokok Ilegal Manchester dan Miras Oplosan di Batam, Diduga Libatkan 'Ayong'
Dalam kesempatan tersebut, Hanifah juga mengingatkan tingginya prevalensi merokok pada usia muda berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar.
"Prevalensi merokok pada usia 10–18 tahun mencapai 7,4 persen, sementara jumlah perokok usia 15 tahun ke atas mencapai 63 juta orang," ungkapnya.
Ia menekankan anak dan remaja belum mampu mengambil keputusan independen, sehingga negara wajib hadir melindungi mereka dari paparan produk tembakau.
Salah satu langkah yang kini sedang digodok pemerintah adalah penyusunan rancangan peraturan Menteri Kesehatan tentang standardisasi kemasan rokok agar generasi muda semakin terlindungi.
Ketua Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (TCSC IAKMI) Sumarjati Arjoso mendesak agar Kementerian Kesehatan tegas dan berani dalam menegakkan kebijakan itu.
"Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan harus tegas dan berani dalam upaya pengendalian tembakau, salah satunya melalui implementasi standardisasi kemasan, sesuai dengan tugas pokok Kemenkes yaitu mengupayakan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia," tegasnya.
Rekomendasi itu datang usai TCSC IAKMI melakukan penelitian mengenai opini publik terhadap standardisasi kemasan rokok yang melibatkan 345 responden di lima provinsi, yaitu Aceh, Jakarta, Bali, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Timur.
Hasil riset menunjukkan 76,2 persen responden setuju jika semua merek rokok diwajibkan memakai kemasan standar tanpa logo dan warna mencolok.
Dari angka itu, mayoritas responden terdiri atas perokok, mantan perokok, dan juga bukan perokok.
Lebih jauh, 77,1 persen responden menyatakan kemasan standar dengan peringatan kesehatan diyakini bisa menekan daya tarik merokok, khususnya bagi anak muda.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]