WAHANANEWS.CO, Jakarta - UNICEF baru-baru ini merilis laporan yang menyoroti darurat gizi anak secara global.
Salah satu sorotan utama adalah meningkatnya angka obesitas anak yang kini bahkan melampaui kasus malnutrisi di sejumlah wilayah.
Baca Juga:
Nigeria Dilanda Krisis Gizi, OCHA Butuh Dana $300 Juta untuk Respons Darurat
Dalam laporan tersebut, konsumsi makanan dan minuman olahan tinggi gula disebut sebagai salah satu faktor penyebab.
Lemahnya pengawasan, pelabelan produk yang membingungkan, serta promosi yang agresif turut memperburuk situasi.
Di beberapa negara, bayi sudah terbiasa mengonsumsi minuman manis olahan sejak usia dini.
Baca Juga:
Kabar Baik, Jepang dan UNICEF Bantu 2.500 Anak Papua Lewat Program Makanan Bergizi
Kebiasaan ini diyakini bisa memicu obesitas serta menurunkan daya tahan tubuh anak-anak.
Fenomena ini kembali mengangkat kekhawatiran lama mengenai produk kental manis, terutama di Indonesia.
Produk tersebut kerap dianggap sebagai susu, padahal kandungan gulanya tinggi dan nilai proteinnya sangat rendah.
Sebuah studi dari Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Semarang (UNNES) terhadap 100 balita di wilayah Semarang Utara dan Gunungpati menunjukkan bahwa sebagian orang tua rutin memberikan kental manis kepada anak-anak mereka sebagai pengganti susu, tanpa memahami dampak dari asupan gula berlebih.
Peneliti dari UNNES, Dr. Mardiana, mengungkapkan bahwa pola pengasuhan dan kurangnya informasi menjadi faktor utama di balik kesalahpahaman ini.
"Kental manis berbahaya karena tinggi gula," kata Dr. Mardiana dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (14/9/2025).
Ia menambahkan bahwa konsumsi gula berlebihan dalam jangka panjang bisa menimbulkan masalah serius seperti pre-diabetes hingga gangguan fungsi ginjal.
“Informasinya belum semuanya tersampaikan ke seluruh masyarakat," ujarnya.
Seorang warga dari Kelurahan Sekaran, Gunung Pati, mengungkapkan bahwa ia memberikan kental manis hingga tujuh kali dalam sehari kepada anaknya.
Ia berasumsi produk itu adalah susu berdasarkan informasi di kemasan dan iklan.
"Saya baca di situ ada kata susu, ya jadi saya pikir memang susu. Di iklan juga tahunya susu,” ujar orang tua tersebut yang tidak ingin namanya dipublikasikan.
UNICEF menyerukan agar pemerintah di berbagai negara mengambil langkah nyata untuk mengatasi masalah ini.
Mereka mendorong pengetatan aturan bagi industri makanan, serta pelabelan gizi yang transparan dan jujur.
Selain itu, edukasi publik juga dianggap krusial. Menurut UNICEF, peningkatan kesadaran masyarakat mengenai bahaya konsumsi gula berlebih adalah langkah penting untuk melindungi anak-anak dari krisis kesehatan jangka panjang seperti obesitas.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]