WahanaNews.co, Medan - Vonis dua tahun dan enam bulan bui dijatuhkan kepada kakak beradik terdakwa kasus perdagangan kulit dan tulang harimau sumatra dan sisik trenggiling dalam persidangan di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Sumatera Utara.
"Mengadili, terdakwa Marhua Simarmata dan Daud Yusuf terbukti bersalah dan dijatuhi pidana penjara masing masing selama 2 tahun dan 6 bulan dan denda Rp100 juta subsider 6 penjara," tegas majelis hakim yang diketuai Silvianingsih dalam persidangan di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Kamis (14/3/2024) mengutip CNN Indonesia.
Baca Juga:
Polda Lampung Gagalkan Perdagangan Sisik Trenggiling Senilai Rp 1,4 Miliar
Dalam persidangan dua pekan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut keduanya dengan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp100 juta. Mendengar putusan hakim, Jaksa Penuntut Umum Sri Mulyati Saragih menyebut pihaknya akan pikir-pikir.
Dalam dakwaan disebut kasus ini bermula saat Martua bertemu dengan Dahrin Rangkuti di rumah Daud.
Saat itu, Dahrin menunjukkan kuku harimau ke pada Martua. Kemudian, cakar itu diunggah Martua ke laman Facebooknya untuk dijual.
Baca Juga:
Penjual 150kg Sisik, Diduga Membunuh Sekitar 600 Ekor Trenggiling
Martua bertanya soal siapa yang bisa menyediakan kulit harimau. Kemudian Dahrin mengajak Martua ke Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailingnatal, Sumut.
Di Madina, mereka bertemu tiga orang yang disebut bermarga Pulungan, Hasibuan dan Lubis. Dia kemudian membeli kulit harimau dari Lubis.
Sementara itu, Daud mendapatkan 15 kg sisik tenggiling dari masyarakat di Desa Simaronop, Desa Garonggang, Desa Mosa, Desa Bei di Kecamatan Siais Kabupaten Tapanuli Selatan.
Keduanya kemudian mengunggah kulit, bagian tubuh harimau dan sisik tenggiling di laman Facebook.
Dua terduga masih buron
Selain Martua dan Daud yang telah dijatuhi vonis, polisi sampai dengan hari ini belum berhasil menangkap Dahrin dan Lubis yang juga diduga terlibat.
Pengusutan kasus ini bermula ketika personel Polda Sumatra Utara mengendus dugaan perdagangan satwa ini kemudian melakukan penyelidikan.
Petugas melakukan penyamaran sebagai pembeli. Terdakwa dan polisi yang menyamar sepakat bertemu di kamar Hotel Samudera, Tapanuli Selatan pada 9 November 2023. Polisi meringkus keduanya dan menyita barang bukti 15 kg sisik tenggiling, 1 lembar kulit harimau dan tulang belulang harimau.
Perdagangan satwa dan bagian tubuhnya masih marak terjadi di Indonesia. Data Voice of Forest (VoF) menunjukkan, ada 26 kasus perdagangan satwa di Sumatra Utara dan Aceh sepanjang 2022 dan 2023. Dari jumlah tersebut, penegak hukum menetapkan total 53 orang sebagai tersangka kasus perdagangan satwa liar dilindungi.
Data ini adalah hasil publikasi kasus di media massa. VoF meyakini, masih banyak kasus lagi yang belum terungkap dan lolos dari radar pemberitaan. Dalam data itu, jenis satwa terbanyak yang diperjual belikan adalah bagian tubuh tenggiling.
Sementara dalam data Yayasan Orangutan Sumatra Lestari (YOSL) menunjukkan jika, selama 2016-2023, ada 23 harimau yang menjadi korban perdagangan di Sumatra Utara dan Aceh. Jumlah ini belum termasuk harimau yang menjadi korban konflik. Pada Februari 2024 Polrestabes Medan juga menangkap tersangka penjual kulit harimau.
Direktur Voice of Forest Mirza Baihaqie mengatakan, kasus perdagangan satwa harus menjadi perhatian aparat penegak hukum. Sebab, kata Mirza, kasus perdagangan satwa adalah kejahatan luar biasa seperti kejahatan narkotika.
"Bisa dibayangkan, bagaimana kita kehilangan satu harimau di alam. Tentunya tugas harimau sebagai predator puncak akan hilang. Ini akan berdampak pada kondisi ekosistem. Dampaknya sebenarnya sudah kita rasakan saat ini. Perubahan iklim kian cepat terjadi," kata Mirza, Kamis (29/2).
Dalam kasus di Tapanuli Selatan, Voice of Forest mendesak Polda Sumut untuk menangkap pelaku lainnya.
"Pengungkapan kasus ini harus secara menyeluruh. Jangan sampai para pelaku masih berkeliaran dan berpotensi melakukan pelanggaran pidana yang sama," kata Mirza.
[Redaktur: Alpredo Gultom]