WahanaNews.co, Surabaya – Kondisi kejiwaan Adi (28) alias AP, tersangka teror dan pelecehan ke teman SMP-nya selama 10 tahun, NRSS (27) bakal didalami Penyidik Polda Jawa Timur.
Kasubdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jatim AKBP Charles P Tampubolon mengatakan sudah meminta ahli psikologi untuk melakukan observasi terhadap Adi.
Baca Juga:
Tersangka Razman Nasution Jalani Tes Kesehatan & Sidik Jari di Bareskrim
"Untuk sampai saat ini kami sudah mengundang ahli psikologi, dalam hal ini untuk melakukan observasi kepada pelaku," kata Charles di Mapolda Jatim, Selasa (21/5/2024) mengutip CNN Indonesia.
Hal ini diperlukan lantaran Adi disebut belum menyesali perbuatannya hingga kini. Meski dia sudah menyadari kesalahannya.
"Bahwa yang bersangkutan sampai saat ini menyadari kesalahan tapi tidak menyesali," ucapnya.
Baca Juga:
Jaksa Penuntut Umum Kejari Bireuen Tangani Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Anak
Pemeriksaan kejiwaan ini, kata dia, juga diperlukan lantaran berdasarkan hasil pemeriksaan pada ponsel pelaku, Adi diduga mengedit atau merekayasa foto korban menjadi vulgar dan bermuatan pornografi.
"Dan ada foto yang kami temukan dari handphone pelaku, editan foto dari korban yang diedit vulgar. Jadi wajah dari tampak kepala dari atas itu foto korban inisial N, yang di bawahnya foto yang mengandung pornografi," katanya.
Apalagi, perbuatan teror tak hanya dilakukan Adi kepada NRSS seorang. Tapi juga kepada dua teman korban lainnya.
Sementara bentuk kejahatan yang dilakukan Adi lainnya, ialah ia diduga membuat 420 lebih akun media sosial yang digunakannya untuk mengirimkan pesan dan teror secara terus menerus kepada korban.
Adi juga beberapa kali mengirimkan foto alat vitalnya dan melecehkan korban secara verbal. Belum lagi teror yang dilakukan tersangka dengan mendatangi langsung rumah korban. Hal itu dilakukan beberapa kali bertahun-tahun lamanya.
Atas perbuatannya, Adi terancam jeratan Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 45 huruf B juncto Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua alas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Ancaman hukumannya enam tahun penjara dan atau denda Rp1 miliar," pungkas Charles.
[Redaktur: Alpredo Gultom]