WahanaNews.co | Misteri kematian bocah perempuan A berusia 7 tahun, yang ditemukan sudah menjadi mayat dalam
kondisi mengenaskan di rumahnya, Kabupaten
Temanggung, Jawa Tengah, akhirnya terungkap.
Berikut fakta-fakta yang terungkap
dalam kejadian tersebut.
Baca Juga:
Baznas Temanggung Berupaya Meningkatkan Kesejahteraan Warga Melalui Bantuan Modal Usaha
Kedua Orangtua, Dukun, dan Asisten Jadi Tersangka
Polisi akhirnya menetapkan kedua orangtua
korban, seorang dukun H, dan asistennya, sebagai tersangka penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya bocah
perempuan itu.
Baca Juga:
Kesbangpol Temanggung Undang Organisasi Masyarakat Diskusikan Pembentukan Rumah Kebangsaan Cipayung Plus
Keempat tersangka, yakni ayah korban M (43), S (39) ibu korban, dukun H (56), dan
asistennya B (43).
"Tersangka ada empat orang, yaitu saudara M, S, B, dan H," kata Kapolres Temanggung, AKBP Benny Setyowadi, dalam konferensi pers di Mapolres
Temanggung, Rabu (19/5/2021).
Dijerat Pasal Berbeda
Polisi menjerat kedua orangtua bocah
dan dukun dengan pasal yang berbeda.
"Tersangka ada empat orang yang
kita amankan. Dua orang
merupakan orangtua korban, saudara M dan saudari S, kemudian dua orang lagi
merupakan dukun dan asistennya, saudara H dan saudara B," kata Kasat
Reskrim Polres Temanggung, AKP Setyo Hermawan.
Setyo mengaku menjerat kedua orangtua
korban, yakni M (43) dan istrinya S (39), dengan
pasal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kemudian, si dukun H
dan asistennya B dengan UU Perlindungan Anak.
"Kemudian para pelaku kita
sangkakan, ancaman untuk orangtua kita sangkakan Pasal 76 c juncto 80 ayat 3
UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, subsider pasal 44 ayat 3 UU RI
No 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT, kemudian subsider Pasal 351 ayat 3
KUHP. Itu untuk kedua orangtua korban," terang Setyo.
"Sedangkan untuk pelaku
berinisial B atau asisten dukun, kita sangkakan Pasal 76 c juncto Pasal 80 ayat
3 UU No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak, subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP. Kemudian untuk pelaku
berinisial H kita sangkakan Pasal 55 juncto Pasal 76 c juncto Pasal 80 ayat 3
UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP,"
sambungnya.
Ditenggelamkan di Bak Mandi
Setyo menyebut, korban
ditenggelamkan di bak kamar mandi pada Januari 2021 lalu.
"Untuk kejadian, ditemukan mayat pada hari Minggu (16/5/2021), sekitar
pukul 23.40 WIB. Sedangkan untuk kejadian penganiayaan, menurut
keterangan pelaku dan ada keterangan beberapa saksi, kejadian terjadi pada
sekitar bulan Januari atau lebih tepatnya awal bulan Januari, waktunya sekitar pukul 14.00 WIB," kata Setyo.
Setyo menyebut, bocah
perempuan itu dianiaya oleh kedua orangtuanya atas arahan dukun H dan
asistennya B.
Bocah perempuan itu ditenggelamkan di
dalam bak kamar mandi berukuran lebar semeter, panjang dua meter, dan tinggi semeter.
"Untuk penganiayaan dilakukan
para tersangka dengan membenamkan kepala korban di dalam bak mandi di kamar
mandi. Ukurannya (bak) adalah dengan lebar 1 meter, panjang 2 meter, tinggi 1
meter," ungkap Setyo.
Ditenggelamkan sebagai Cara Ruwatan
Dari pengakuan tersangka, korban ditenggelamkan sebagai bentuk dari ritual untuk
menghilangkan nakal korban.
Korban juga sempat dibenamkan beberapa
kali, yakni pertama pada Desember 2020, dan terakhir Januari 2021, yang mengakibatkan tewasnya korban.
"Jadi untuk peristiwa pembenaman
ini memang merupakan bagian dari ritual yang sudah dilakukan sebelumnya dua
kali (Desember dan Januari). Jadi ini, yang kedua ini mengakibatkan
meninggalnya," urai Setyo.
"Untuk niat menghilangkan nyawa, sebetulnya tidak ada, karena ini memang hanya ritual untuk
menghilangkan sifat nakal dari anak tersebut. Ini tujuan mereka, sebagai bagian
dari ritual meruwat," sambungnya.
Dianggap Titisan Genderuwo
Bocah perempuan A (7) ditenggelamkan
dengan dalih diruwat karena dianggap titisan genderuwo.
"Orangtua korban yakin, karena dukun ini memberitahu bahwa anaknya merupakan titisan
genderuwo, yang mana apabila dibiarkan nanti tumbuh besar bisa meresahkan
warga sekitar. Makanya mereka yakin dan mengikuti anjuran atau masukan dari
dukun itu," kata Setyo.
Inisiatif Ritual Ruwatan dari Dukun
Setyo menyebut, ide untuk
melakukan ritual ruwatan dengan cara ditenggelamkan ini berasal dari dukun H.
Kepada orangtua korban, H menyebut
jika tidak diruwat kelak A akan merepotkan.
"Siapa yang memiliki inisiatif, memang kalau kita lihat dari pemeriksaan pelaku H, yang di mana
adalah dianggap sebagai dukun, memiliki inisiatif untuk meruwat.
Istilahnya, meruwat dengan beberapa ritual. Jadi, sudah
beberapa kali dilakukan ritual, karena anak ini dianggap nakal dan
dapat meresahkan warga sekitar apabila sudah besar nantinya, itu menurut
keterangan beberapa pelaku dan keterangan saksi yang kita mintai
keterangan," paparnya.
Mayat Diberi Pengharum dan Rutin Dibersihkan
Polisi mengamankan sejumlah barang
bukti (barbuk), salah satunya pengharum ruangan.
Pengharum ini diberikan agar mayat
tidak bau selama 4 bulan disimpan.
"Barang bukti yang kita amankan
adalah karpet plastik warna biru, kain putih, ada beberapa pengharum ruangan,
tisu, dan cotton bud. Ini
digunakan untuk merawat mayat selama kurang lebih 4 bulan," kata Setyo.
"Kemudian, keranjang sampah
adalah tempat hasil perawatan dibuang di sini. Baju milik korban ketika
dilakukan penganiayaan, jadi ketika korban dianiaya mengenakan pakaian
ini," lanjutnya.
Dikenal Pintar Mengaji
Semasa hidupnya, korban dikenal
merupakan anak yang pintar mengaji. Selain itu, aktif di usianya.
"Keterangan yang kita dapat dari
tetangga, saudari A atau korban merupakan anak yang memang aktif untuk usianya.
Yang bersangkutan memang memiliki kelebihan, di mana anak
ini pintar mengaji dan memang aktif berkawan," kata Setyo.
"Kalau dikatakan nakal, kita akan
mengalami kesulitan untuk menentukan standar kenalannya itu sejauh apa. Apalagi
dengan anak usia 7 tahun, memang masih dalam proses pertumbuhan dan membutuhkan
jati diri," tutur Setyo. [dhn]