WahanaNews.co | Penganiayaan pedagang di Pasar Gambir, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, merupakan puncak gunung es lingkaran kekerasan yang marak terjadi di Kota Medan dan sekitarnya.
Kemiskinan, perebutan ekonomi hingga ke tingkat bawah, dan ditambah penegakan hukum yang lemah di Tanah Deli membuat kasus menjadi perhatian publik dan viral di media sosial.
Baca Juga:
Bawa Ganja dari Aceh Tenggara, sampai di Binjai di tangkap Polres Binjai
LG (37) terkejut ketika menerima surat panggilan sebagai tersangka kasus tindak pidana penganiayaan dari Kepolisian Sektor Percut Sei Tuan pada Kamis (7/10/2021).
”Saya lemas dan pingsan ketika menerima surat itu. Ketika itu, saya masih menunggu keadilan karena kasus pengeroyokan terhadap saya dan anak saya sudah sebulan belum berjalan,” kata pedagang sayur di Pasar Gambir, Deli Serdang, itu, Jumat (15/10/2021).
Kasus penganiayaan LG bermula dari tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh BS, warga setempat, dengan tiga temannya yang lain.
Baca Juga:
Gerebek barak narkoba, Lima orang pria diamankan oleh satres narkoba polres Binjai
Menurut LG, BS awalnya mendatanginya dan meminta uang Rp 500.000 pada Minggu (5/9/2021), sekitar pukul 07.00 WIB.
BS menyebut uang itu untuk forum, tetapi tidak menjelaskan forum apa.
”Waktu itu, saya dan suami masih baru sampai ke lapak dan sedang menurunkan barang dari becak,” katanya.
LG pun menolak karena sebelumnya sudah memberikan uang lapak kepada organisasi kepemudaan yang lain.
Ia lalu pergi lagi ke pasar induk untuk berbelanja.
Setelah kembali lagi sekitar pukul 08.30 WIB ke lapaknya di Pasar Gambir, BS sudah berada di sana.
BS pun langsung menghampiri LG dan memintanya tidak berjualan di sana.
BS juga memprotes dan menyebut becak mereka menghalangi jalan.
Ia menendang perut LG dua kali.
Suami LG yang mengantarnya dengan becak pun ingin menghampiri BS, tetapi LG meminta untuk tidak dilanjutkan.
Suaminya pun pergi untuk mengantar barang ke lapak yang lain.
Setelah itu, kekerasan tidak berhenti.
Menurut LG, BS menelepon beberapa temannya.
Mereka lalu datang ke sana.
Setelah beradu mulut, BS dan tiga temannya menganiaya LG.
Anak perempuan LG yang masih kelas VI SD pun ikut dipukul mereka.
”Saya mengalami luka dan memar di kepala, perut, tangan, dan kaki. Mereka juga menggunakan kayu dan bambu untuk memukul saya,” kata LG.
LG akhirnya harus menjalani perawatan di rumah sakit selama satu malam.
Setelah selesai menjalani rawat inap, ia lalu membuat laporan penganiayan ke Kepolisian Sektor Percut Sei Tuan, yang berada di jajaran Kepolisian Resor Kota Besar Medan.
Polisi langsung menerima laporannya dan dilakukan visum untuk bukti penganiayaan.
Namun, BS juga melaporkan LG dengan bukti ada bekas luka cakaran yang diduga dilakukan oleh LG.
BS awalnya ditetapkan menjadi tersangka.
Namun, belakangan LG juga ditetapkan sebagai tersangka atas kasus yang dilaporkan BS.
Karena merasa tidak mendapatkan keadilan, LG menceritakan kasus yang dialami melalui akun Facebook-nya dengan nama Rosalinda Gea.
”Inilah hukum di Indonesia ini. Aku korban yang dianiaya empat orang preman di Pajak Gambir, aku pula yang jadi tersangka,” demikian diunggah di akun itu.
Unggahan itu pun viral di berbagai media sosial dengan disertai video penganiayaan yang dialami Listiwari.
Setelah itu, kasus itu mendapat perhatian dari Polda Sumut hingga Mabes Polri.
Nurhalimah, istri BS, memberikan keterangan berbeda tentang kasus itu.
Ia menyebut video penganiayaan itu hanya sepenggal dan menyudutkan suaminya.
”Awalnya, suami saya meminta tolong agar becak suami Ibu LG digeser. Tetapi, suami Ibu LG langsung geber-geber (mesin becaknya) dan Ibu LG marah-marah,” katanya.
Menurut Nurhalimah, LG langsung meludahi BS serta menarik baju dan tasnya.
Anak LG pun disebut ikut memukul suaminya dengan kayu.
Nurhalimah menyebut sudah ada upaya damai atau mediasi agar kasus itu tidak dilanjutkan di jalur hukum.
Namun, mediasi tidak mendapat titik temu.
Kasus Diambil Alih
Kepala Bidang Humas Polda Sumut, Komisaris Besar Hadi Wahyudi, mengatakan, laporan LG dan BS diambil alih masing-masing oleh Polrestabes Medan dan Polda Sumut.
Laporan BS terhadap LG ditangani Polda Sumut.
Sementara laporan LG terhadap BS ditangani Polrestabes Medan.
BS pun sudah ditetapkan menjadi tersangka kasus penganiayaan.
”Dia juga sudah ditahan,” kata Hadi.
Menurut Hadi, BS juga punya kasus lain di Polsek Percut Sei Tuan, tetapi Hadi tidak menjelaskan kasus apa yang ia hadapi.
Tiga orang lain yang ikut menganiaya LG pun masih dikejar polisi.
Sementara status LG masih tetap menjadi tersangka.
Polda Sumut dan Polrestabes Medan melakukan penyelidikan ulang dan menyeluruh atas dua kasus itu.
Dalam waktu dekat, mereka akan melakukan gelar perkara atas kasus tersebut.
Polda Sumut pun mengaudit proses penyelidikan yang dilakukan Polsek Percut Sei Tuan.
Kepala Polsek Percut Sei Tuan, Ajun Komisaris JN, dan Kanit Reskrim, Inspektur Satu MK, dicopot dari jabatannya.
”Ada dugaan tindakan yang tidak profesional dalam penyelidikan kasus itu,” kata Hadi.
Kekerasan di Jalan
Di Kecamatan Lubuk Pakam, Deli Serdang, kekerasan yang dilakukan oknum Satuan Lalu Lintas Polresta Deli Serdang juga viral di media sosial.
Video itu memperlihatkan dua oknum polisi memukul pria di pinggir jalan hingga terjatuh setelah ada pelanggaran lalu lintas.
Kedua polisi itu sempat meninggalkan korban, tetapi salah seorang di antaranya datang lagi dan memukulnya.
Kepala Polresta Deli Serdang, Komisaris Besar Yemi Mandagi, mengatakan, kasus itu terjadi pada Rabu (13/10/2021) akibat adanya perselisihan polisi berinisial G dengan pangkat ajun inspektur polisi dua.
Perselisihan terjadi karena pelanggaran lalu lintas.
”Personel kami copot langsung dari jabatannya dan diproses di bagian profesi dan pengamanan,” katanya.
Sosiolog Universitas Sumatera Utara, Muba Simanihuruk, mengatakan, kekerasan merupakan implikasi dari sebuah daerah yang masih miskin dan berkembang.
”Kemiskinan itu membuat perebutan sumber daya yang terbatas terus terjadi hingga ke level yang paling rendah,” ujarnya.
Di sejumlah kota, perebutan sumber daya umumnya terjadi di tingkat yang paling kecil, seperti penguasaan pasar dan lahan parkir.
Di Medan dan sekitarnya, tindakan premanisme juga dilakukan dengan terorganisasi melalui organisasi-organisasi kepemudaan.
Menurut Muba, untuk memutus rantai tindak kekerasan dalam jangka panjang dibutuhkan peningkatan ekonomi masyarakat.
Dalam jangka pendek, penegakan hukum harus dilakukan terhadap tindak premanisme.
Kini, penegakan hukum atas kasus penganiayaan itu pun ditunggu publik. [dhn]
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul “Penganiayaan di Pasar Gambir, Potret Lingkaran Kekerasan di Tanah Deli”. Klik untuk baca: Penganiayaan di Pasar Gambir, Potret Lingkaran Kekerasan di Tanah Deli - Kompas.id.