WAHANANEWS.CO, Jakarta - Memasuki masa libur sekolah yang biasanya dipenuhi aktivitas bepergian dan wisata keluarga, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan: cuaca di berbagai wilayah Indonesia masih sangat dinamis, bahkan berpotensi ekstrem.
Kondisi ini bisa berdampak pada keselamatan dan kelancaran aktivitas masyarakat di darat, laut, maupun udara.
Baca Juga:
Gelombang Panas Terjang Eropa: 8 Tewas, Wisata dan Nuklir Terdampak
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa sepanjang sepekan terakhir telah terjadi sejumlah fenomena cuaca ekstrem seperti hujan lebat, angin kencang, banjir, longsor, hingga kecelakaan transportasi yang tidak lepas dari kondisi atmosfer yang tidak stabil.
“Salah satu contohnya adalah tenggelamnya kapal KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali pada 2 Juli 2025, serta beberapa gangguan penerbangan akibat cuaca buruk,” ungkap Dwikorita.
Peringatan dini tersebut, lanjut Dwikorita, sudah disampaikan BMKG sejak H-1 hingga sepekan sebelumnya melalui berbagai kanal informasi, mencakup peringatan untuk sektor pelayaran, penerbangan, dan masyarakat umum.
Baca Juga:
Petaka KKN di Maluku: Cuaca Buruk Renggut Nyawa Dua Mahasiswa UGM
Musim Kemarau Tak Merata, Curah Hujan Masih Tinggi
Hingga akhir Juni 2025, sekitar 30 persen wilayah Indonesia baru memasuki musim kemarau, angka ini masih jauh dari kondisi normal yang biasanya menyentuh 60 persen.
Data BMKG mencatat bahwa sekitar 53 persen wilayah justru mengalami curah hujan di atas normal, termasuk kawasan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua.
“Curah hujan ekstrem masih terjadi, seperti yang tercatat pada 2 Juli lalu di Stasiun Geofisika Deli Serdang sebesar 142 mm, dan di Stasiun Meteorologi Rendani, Papua Barat, sebesar 103 mm,” jelas Dwikorita.
Faktor Global dan Regional Perparah Cuaca Ekstrem
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, memaparkan bahwa kondisi atmosfer yang labil diperparah oleh sejumlah faktor seperti lemahnya Monsun Australia dan aktifnya gelombang ekuator (Rossby dan Kelvin), meskipun fenomena MJO saat ini tidak terlalu aktif.
Kondisi ini membuat udara di wilayah selatan Indonesia tetap lembap, sehingga awan-awan hujan terus terbentuk bahkan di kawasan yang seharusnya telah memasuki musim kemarau.
Di sisi lain, faktor laut juga turut memengaruhi. Bibit siklon tropis 98W di sekitar Luzon memang tidak berdampak langsung, namun telah meningkatkan kecepatan angin di Laut Cina Selatan.
Sirkulasi siklonik di Samudra Hindia barat Sumatera dan Samudra Pasifik utara Papua Nugini ikut menciptakan zona konvergensi dan konfluensi di Laut Jawa, Laut Flores, serta perairan Maluku bagian utara.
“Fenomena ini meningkatkan risiko gelombang tinggi dan hujan lebat di perairan terbuka. Sektor pelayaran dan nelayan wajib waspada,” ujar Guswanto.
Waspadai Potensi Cuaca Ekstrem hingga 10 Juli
Menurut prakiraan mingguan BMKG, potensi hujan lebat masih tinggi pada 4–10 Juli 2025.
Dalam periode 4–6 Juli, wilayah yang masuk kategori siaga meliputi Sulawesi Barat, Maluku, dan Papua Selatan.
Sedangkan angin kencang diprediksi terjadi di Kepulauan Riau, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, serta beberapa daerah di Sulawesi dan Papua.
Memasuki 7–10 Juli, potensi hujan sangat lebat diperkirakan terjadi di Papua Pegunungan, sementara Maluku masih berada dalam kategori siaga.
“Masyarakat perlu mewaspadai risiko banjir bandang, longsor, dan gangguan aktivitas harian lainnya,” kata Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani.
BMKG Tekankan Pentingnya Kepatuhan terhadap Informasi Cuaca
Mengingat tingginya aktivitas perjalanan selama libur sekolah, BMKG meminta operator transportasi darat, laut, dan udara untuk rutin memantau dan mengikuti informasi prakiraan cuaca resmi yang dikeluarkan BMKG.
“Keselamatan harus menjadi prioritas utama. Keputusan operasional transportasi mesti mengacu pada data meteorologi yang kami sampaikan secara berkala,” tegas Dwikorita.
Ia juga mengajak seluruh masyarakat, serta pelaku di sektor pertanian, pariwisata, kebencanaan, hingga logistik untuk menjadikan informasi cuaca sebagai dasar perencanaan kegiatan.
“Cuaca tidak bisa ditebak dengan intuisi saja. Kita harus mengandalkan data dan selalu siap dengan perubahan iklim yang semakin tak menentu,” tutupnya.
Masyarakat dapat mengakses informasi terkini seputar cuaca dan peringatan dini melalui aplikasi infoBMKG, situs resmi www.bmkg.go.id, serta akun media sosial @infoBMKG.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]