WahanaNews.co | Gempa Banten dengan magnitudo 6,6 yang terjadi Jumat sore, 14 Januari 2022, disebut bukan ancaman sesungguhnya dari segmen megathrust Selat Sunda. Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Daryono, mengungkapkan segmen itu mampu memicu gempa dengan magnitudo tertarget mencapai 8,7.
“Ini dapat terjadi sewaktu-waktu, inilah ancaman yang sesungguhnya, kapan saja dapat terjadi,” katanya lewat keterangan tertulis, Sabtu, 15 Januari 2022.
Baca Juga:
Normal Fault Kerak Bumi Picu Gempa 5,4 M di Sanana Maluku Utara
Potensi Magnitudo sebesar itu karena Selat Sunda merupakan wilayah zona seismic gap atau jarang gempa besar selama ratusan tahun. Gempa besar yang merusak dan memicu tsunami telah terjadi di selatan dan utara segmen itu, yaitu Gempa Pangandaran bermagnitudo 7,7 pada 2006 dan Gempa Bengkulu bermagnitudo 8,5 pada 2007.
Potensi bencana dikuatkan catatan sejarah bahwa beberapa kali terjadi gempa dan tsunami di wilayah Selat Sunda. Tsunami Selat Sunda pernah terjadi pada 1722, 1852, dan 1958 yang disebabkan oleh gempa. Adapun tsunami 416, 1883, 1928, dan 2018 berkaitan dengan erupsi Gunung Krakatau dan Anak Krakatau. Sedangkan tsunami pada 1851, 1883, dan 1889 dipicu oleh aktivitas longsoran.
Pada gempa M6,6 Jumat lalu tidak berpotensi tsunami karena magnitudonya yang masih di bawah ambang batas rata-rata gempa pembangkit tsunami yaitu 7,0. Selain itu gempa dari laut, 132 kilometer arah barat daya Pandeglang itu memiliki kedalaman sumber tergolong dangkal, 40 kilometer.
Baca Juga:
Gempa Sesar Anjak Langsa Magnitudo 4.4, Guncangan Kuat di Wilayah Perbatasan Aceh-Medan
"Data pemantauan muka laut tidak menunjukkan adanya catatan perubahan muka laut pascagempa," kata Daryono.
Tergolong dangkal, Gempa Banten terjadi akibat adanya deformasi atau patahan batuan di dalam lempeng Indo-Australia yang tersubduksi atau menunjam ke bawah Selat Sunda, selatan Banten. Para ahli menyebut jenis gempa ini sebagai intraslab earthquake.
“Ciri gempa intraslab mampu meradiasikan guncangan yang lebih besar dan lebih kuat dari gempa sekelasnya dari sumber lain,” ujar Daryono menambahkan.
Karena itu juga gempa jenis ini memiliki spektrum guncangan yang sangat luas, dirasakan hingga Sumatera Selatan hingga Jawa Barat. Gempa yang sumbernya dekat dengan Ujung Kulon itu, menurut Daryono, berjenis mirip dengan gempa selatan Jawa Timur (gempa Malang) bermagnitudo 6,1 pada April lalu.
“Sama-sama gempa intraslab yaitu gempa dengan sumber di dalam Lempeng Indo-Australia,” katanya. [rin]