WahanaNews.co | Kawasan pariwisata terintegrasi milik MNC Group bernama MNC Lido City yang mencakup Kabupaten
Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, resmi
menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata.
Dewan Nasional KEK menetapkan status
ini pada 10 Februari lalu.
Baca Juga:
Bupati dan Forkopimda Hadiri Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Karo Terpilih
Proyek KEK Lido akan digarap oleh anak
usaha bernama PT MNC Land Tbk (KPIG), sementara operatornya adalah PT MNC
Studios International Tbk (MSIN).
Saat diumumkan sebagai KEK, saham KPIG
dan MSIN langsung mencatatkan tren positif.
Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian sekaligus Ketua Dewan Nasional KEK, Airlangga
Hartarto, mengatakan, dengan status KEK dan berbagai
kemudahan yang bakal didapat, termasuk pengurangan berbagai pajak, Lido
diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara
hingga 63,4 juta orang sampai 2038, atau rata-rata 3,17 juta per tahun.
Baca Juga:
Penetapan Ketua PN Tarutung: Permohonan Eksekusi Ditolak, Dinyatakan Non-Eksekutabel
"KEK Lido diharapkan betul-betul bisa
mendorong pariwisata di Indonesia. Hasilnya harus jelas: turis ke Jawa Barat
harus yang berkualitas internasional dan devisanya pun juga premium," kata
Airlangga, dalam keterangan resmi, Kamis (11/2/2021).
Inflow devisa dari
wisman serta penghematan outflow
devisa dari wisnus dapat mencapai 4,1 miliar dolar AS selama 20 tahun, katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and
Finance (Indef), Tauhid Ahmad,
mempertanyakan penetapan Lido menjadi KEK.
"Harusnya pemerintah lebih fokus pada
KEK yang sudah ditetapkan dan sudah jalan. Banyak yang harus dioptimalkan entah
itu infrastruktur, SDM, maupun hal lain," kata Tauhid kepada wartawan, Selasa (16/2/2021).
"Saya kaget Lido ini enggak ada di
daftar usulan KEK. Di petanya itu ada empat [proyek] yang antre," tambahnya.
Dalam laman resmi, daftar usulan yang
dimaksud itu terletak di Sukabumi, Tangerang, Sungailiat, dan Tanjung Gunung.
Lokasi yang disebut pertama bukanlah
Lido, tapi tertulis proyek milik PT Bintang Raya Lokalestari dengan luas 880
hektare.
Proyek ini tertulis berjenis untuk
kawasan "pariwisata, fusi sains, dan teknologi".
"Usul ini belum tentu diterima juga
[meski] sudah diusulkan jauh-jauh hari. Ini MNC jadi pertanyaan, kenapa dia
bisa diputuskan cepat? Ini harus dikaji," katanya.
Mengkaji ulang status KEK penting
karena mereka bakal dapat banyak insentif, termasuk insentif pajak penghasilan,
pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, serta berbagai
keringanan lain, sementara ia menilai di sisi lain ia menilai proyek ini
"enggak akan terlalu signifikan ke perekonomian nasional."
Pengamat kebijakan publik dari
Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, juga mengatakan, pemerintah seharusnya lebih adil
untuk menyeleksi proyek mana yang harus diprioritaskan.
"MNC ini enggak masuk daftar tunggu,
kenapa dia masuk? Ini diduga ada persekongkolan yang tujuannya memberikan
privilese tersendiri," katanya kepada wartawan, Selasa (16/2/2021).
Ia menduga ada kongkalikong dalam
penunjukan ini.
"Di situ ada konspirasi kolusi.
Harusnya ada batasan. Ini kesannya jadi campur aduk antara kepentingan
pemerintah dan kepentingan swasta," kata dia.
"KEK Lido harus dikaji ulang, atau
enggak dibuat transparan penilaiannya," imbuhnya.
Baik Trubus maupun Tauhid
menyoroti perkara ini karena pemilik Lido memiliki kaitan erat dengan
pemerintah.
MNC Group dimiliki Hary Tanoesudibjo,
sementara anaknya, Angela Tanoe, tidak lain adalah Wakil Menteri Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif.
Menanggapi terpilihnya proyek sang bapak sebagai KEK, Angela mengatakan itu adalah wujud komitmen
pemerintah dalam mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia.
Ia menaruh harapan besar dari proyek
ini.
"Saya
yakin Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata MNC Lido City akan menjadi kebanggaan
nasional dan destinasi wisata baru di Indonesia yang dapat mendukung dan
berkontribusi bagi percepatan pencapaian target pemerintah pusat maupun daerah,"
katanya, melalui akun Instaram,
Selasa (16/2/2021).
"Etika menjadi pejabat publik gimana?
Sekarang campur aduk, antara pejabat publik tapi punya bisnis," demikian
komentar dosen di Program Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan Universitas
Gadjah Mada (UGM), M Baiquni, terhadap
kasus ini, kepada wartawan, Selasa (16/2/2021).
Baiquni mengatakan, jika kepentingan orang kaya yang dekat dengan penguasa terus
difasilitasi, maka yang dirugikan adalah masyarakat.
"Oligarki-oligarki ini menguasai ruang
dan orang. Kalau begini terus yang akan tercipta nanti ketimpangan sosial," katanya.
Ekonom dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, punya pandangan berbeda.
Menurutnya, KEK Lido
bisa jadi contoh pengembangan KEK yang selama ini lelet karena digarap BUMD.
Jika swasta seperti Hary Tanoe masuk,
mungkin proses pembangunan dan pengembangan kawasan akan bisa lebih cepat
realisasi.
"BUMD tak terlalu bagus untuk
menangkap investor dan mengembangkan KEK. Terlepas dari figur Hary Tanoe, saya
rasa dalam hal ini Donald Trump yang akan masuk jadi investor di KEK Lido jadi
pertimbangan perintah. Pemerintah sudah lihat ada komitmen investasi dari AS.
Beda dengan kawasan ekonomi lain. Kawasan lain membuat cangkang dulu baru cari
investor," katanya. [dhn]