WahanaNews.co | Tanah Papua, tanah yang kaya. Surga kecil jatuh ke bumi. Seluas tanah, sebanyak batu. Adalah harta harapan.
Itulah sepenggal lirik Aku Papua karya mendiang legenda musik Indonesia, Franky Sahilatua, dari album Pancasila Rumah Kita.
Baca Juga:
Tutup Peparnas XVI Papua, Jokowi: Bukan Hanya Torang Bisa, Tapi Torang Hebat!
Aku Papua ikut didendangkan Edo Kondologit, Michael Jakarimilena, dan Nowela Elizabeth Auparay saat pembukaan Pekan Olahraga Nasional 2021 Papua nan megah di Stadion Lukas Enembe, Kota Sentani, Sabtu (2/10/2021) malam.
Franky, penyanyi berdarah Maluku, tahu benar bagaimana menggambarkan Papua sebagai surga kecil jatuh ke bumi.
Papua memang beda.
Baca Juga:
Jawa Barat Berambisi Kawinkan Juara PON dan Peparnas 2021
Bukan karena hitam kulit dan keriting rambut masyarakatnya, seperti dikatakan Franky Sahilatua.
Ya, Papua adalah tanah damai dan rumah nyaman bagi beragam flora dan fauna.
Pantai hingga pegunungan tingginya dengan pepohonan hijau rimbun bak permadani hijau luas membentang memberikan sensasi eksotisme yang jarang ditemui di kawasan lain Indonesia.
Jurnal Nature edisi 5 Agustus 2020 menyebutkan, sebanyak 13.634 spesies flora tumbuh subur di tanah Papua.
Bumi Cenderawasih juga menjadi kandang alami bagi 843 spesies burung, separuh dari total aves di Indonesia yang berjumlah 1.794 jenis.
Berlimpahnya keragaman hayati itu telah membuat kagum para naturalis dan penjelajah dunia dari berabad silam.
Kekaguman akan keindahan alam pegunungan dan pantai dari provinsi seluas 312.224 kilometer persegi atau tiga kali luas Pulau Jawa ini turut dirasakan Jerry Rachman, pemuda yang pada 21 September 2021 merayakan hari jadinya ke-26 tahun.
Ia baru pertama kali menginjakkan kaki di tanah Papua.
Jerry bukan sedang berwisata untuk merayakan ulang tahunnya karena sejatinya ia adalah atlet cabang olahraga bisbol dan bersama timnya, yakni Jawa Barat, berlaga pada perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021 di Papua.
Pemuda dengan tinggi 175 sentimeter ini mengaku sempat khawatir sebelum berangkat ke tanah damai.
"Ini pertama kali saya ke Papua. Saya awalnya ragu dan khawatir tentang provinsi ini, terutama soal pemberitaan mengenai kondisi keamanan Papua. Juga soal lainnya. Tenyata tidak seperti yang saya bayangkan," kata Jerry, yang dijumpai wartawan tengah antre menjalani uji usap (swab test) Covid-19 di kawasan Stadion Barnabas Youwe, Kota Sentani, 22 September 2021.
Itu adalah ketiga kalinya ia menjalani tes usap sejak tiba di Bandar Udara Internasional Sentani, Kabupaten Jayapura, 20 September 2021.
Selama dua hari berada di Kota Sentani dan berlatih di lapangan bisbol Marthen Indey, kompleks Pangkalan Udara TNI Angkatan Udara Silas Papare, keraguannya akan Papua perlahan luntur.
Suguhan pemandangan alam hijaunya Pegunungan Cycloop dengan selaput awan tipis di puncaknya, mengitari lapangan bisbol seperti menyihir konsentrasi berlatih Jerry.
Baginya ini adalah pemandangan langka.
Ia kagum dan seolah tak percaya bahwa apa yang dilihatnya ada di Papua.
Ia membandingkannya dengan lapangan latihan di Bandung atau saat tampil pada SEA Games 2019 di Clark International Sports Complex, Papanga, Filipina.
Cycloop adalah nama yang diberikan pelaut asal Nantes, Perancis, Louis-Antoine de Bougenville, saat berlabuh di Teluk Yos Sudarso, Kota Jayapura, 13 Agustus 1768.
Diambil dari kata cycoon dan op yang memiliki makna puncak gunung dengan awan kecil pecah-pecah dan berarak.
Membentang sepanjang 36 kilometer, Cycloop terdiri dari sejumlah gunung kecil berketinggian antara 1.500-1.970 meter dan oleh masyarakat Sentani dikenal juga sebagai Dafonsoro, puncak tertinggi di Cycloop.
"Suasananya berbeda. Saya tak menyangka venue bisbol PON bisa punya pemandangan alam sebagus itu. Gunungnya terpampang di hadapan kita dan langitnya begitu bersih. Rasanya bukan seperti di Indonesia saja," ujar penyuka fotografi yang ikut menyumbang sekeping perunggu untuk Merah Putih pada SEA Games 2019 itu.
Achmad Teguh Wibowo bahkan jauh lebih beruntung karena ia dapat menikmati pemandangan itu dari udara lantaran pria kelahiran 5 Juli 1989 itu adalah atlet disiplin lomba gantole pada cabang aerosport.
Ia membela kontingen Jawa Timur dan berlomba di Lapangan Adventis, Doyo Baru, wilayah perbukitan Kota Sentani.
"Saya bisa melihat alam Papua dari ketinggian udara. Betul-betul indah dan hijau," kata dia.
Lain lagi cerita pemanjat tebing asal Sumatera Selatan, Wira Hutanianto.
Ia sempat diperingatkan juri agar segera turun dari dinding panjat setinggi 30 meter saat berlaga pada penyisihan nomor World Speed Record di venue panjat tebing.
Lokasinya di kawasan SP-2, Kelurahan Wanagon, Distrik Mimika, Kota Timika, Kabupaten Mimika.
Peringatan juri itu bermula dari ulahnya yang enggan turun demi menikmati pemandangan jajaran pegunungan tinggi yang mengitari Kota Timika.
Di antara pegunungan itu terdapat Puncak Cartensz Pyramid yang menjadi titik tertinggi di Tanah Air, 4.884 meter, dan satu-satunya gunung bersalju di kawasan tropis Asia Pasifik.
Timika Indah dan Aman
Kabupaten Mimika adalah satu di antara empat klaster penyelenggara PON Papua.
Berbeda dengan tiga klaster lainnya, kabupaten berjuluk Kota Emas ini menjadi bagian dari barisan pegunungan tengah, yakni Pegunungan Barisan Sudirman, di mana terdapat tiga puncak dengan ketinggian di atas 4.000 meter.
Small forward dari tim bola basket DKI Jakarta, Aldy Izzatur Rachman, tak membuang kesempatan untuk mengabadikan jajaran pegunungan tinggi sekitar Mimika dengan gawai pintar.
Hal itu ia lakukan sesaat sebelum pesawat yang ditumpangi mendarat di Bandara Internasional Mozes Kilangin, Timika.
Ia semula berpikir tak akan menjumpai lagi pemandangan menakjubkan itu.
Kenyataannya saat berlaga di GOR Basket Mimika Sport Complex, Timika, justru pebasket profesional asal klub Indonesia Patriots yang berlaga di kompetisi Indonesia Basketball League (IBL) itu cukup leluasa memandangi pegunungan tadi dari lantai atas venue.
Pasalnya, kawasan olahraga terintegrasi yang dibangun PT Freeport Indonesia (PTFI) itu memiliki pemandangan Pegunungan Sudirman dan hutan hijau Kota Timika.
“Tadi saya kira tidak akan bertemu lagi dengan pemandangan pegunungan sekeren Timika. Tenyata kita masih bisa menikmatinya juga dari lantai atas ini," kata pemain kelahiran 4 Maret 21 tahun silam itu.
Aldy, pemilik tinggi badan 191 sentimeter, tersebut bahkan sampai lupa dengan pesan orangtuanya agar berhati-hati selama di Timika karena beragam pemberitaan mengenai kondisi keamanan di ibu kota Kabupaten Mimika tersebut.
"Saya tidak mengalami apa yang diceritakan banyak orang. Selama berada di Timika kondisinya aman, pemandangan alamnya indah sekali. Masyarakatnya ramah dan senang sekali menyapa," kata Aldy.
Aldy tidak sendiri karena ada banyak peserta PON yang bertanding di Timika sempat merasa waswas dengan situasi keamanan di sana.
Namun, setelah berada di lokasi, kecemasan itu sirna karena banyaknya aparat keamanan menjaga lokasi pertandingan dan penginapan kontingen.
Apalagi suguhan pemandangan alam hijau sejauh mata memandang.
Hal ini juga diakui Wakil Bupati Mimika, Johannes Rettob.
"Bisa jadi ada yang menganggap bahwa kami di Papua tidak ada apa-apanya atau tidak bisa melakukan apa-apa. Apalagi Papua itu jauh, tidak aman seperti yang biasa mereka lihat dan baca di berita-berita. Kenyataannya tidak demikian, ternyata setelah semua datang ke Papua, kondisi Papua itu aman dan kami bisa memberikan pelayanan yang baik kepada semua tamu yang datang," ujarnya di Timika, Kamis (14/10/2021).
Papua memang beda, bukan karena hitam kulit dan keriting rambut masyarakatnya, seperti dikatakan Franky Sahilatua.
Akan tetapi, perbedaan itu ada karena suguhan keindahan alam dibalut kekayaan dan keragaman hayati di dalamnya berpadu dengan keramahan penduduk.
Mungkin inilah gambaran sepotong surga jika jatuh ke bumi.
Terima kasih Papua, torang bisa! [dhn]