Babyrousa termasuk spesimen yang dilarang diperdagangkan
dalam bentuk hidup, mati, bagian-bagian, atau produk turunannya. Hewan ini juga
tergolong jenis yang terancam punah.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa, sebagaimana lampirannya diubah melalui Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 tahun 2018, menegaskan bahwa
jenis babirusa dilindungi oleh peraturan perundangan.
Baca Juga:
Kenyamanan Pengunjung Terusik, Bangkai Babi Ditemukan di Pantai Pelabuhan Lama Sibolga
Survei sejak 1995 dikatakan tak pernah merekam langsung
babirusa hidup, kecuali jejaknya. Namun Pulau Buru terkonfirmasi sebagai salah
satu habitat hewan ini usai tengkoraknya ditemukan pemburu di sekitar Gunung
Kapalatmada pada 1997.
Tak ada bukti dalam survei intensif BKSDA Maluku pada
2011-2013 juga membuat babirusa semakin dianggap mitos.
Babirusa dikatakan sulit ditemukan warga lantaran suka
mengisolasi diri dan berada di dataran tinggi. Warga menganggap babirusa mitos,
sebagian yang melihatnya di hutan perbukitan dan pegunungan menganggap
kemunculannya sebagai tanda jalan keluar buat orang yang tersesat.
Baca Juga:
Cegah Virus ASF pada Babi, Polda Sulut Tingkatkan Pengawasan di Perbatasan
BKSDA Maluku merencanakan kegiatan untuk konservasi
babirusa, khususnya di Pulau Buru, sejak penemuan ini, yakni peningkatan
patroli pengamanan, penyadartahuan masyarakat, serta survei pakan habitat.
Selain itu juga bakal dilakukan survei pengawasan dengan
memasang kamera jebak di habitat babirusa yang lain, seperti di Pulau
Mangoledan dan Pulau Taliabu.
Selain rekaman foto Babirusa, kamera jebak yang dipasang
oleh BKSDA Maluku ternyata juga menangkap beberapa gambar jenis satwa lain
seperti gosong maluku (Eulopia wallacei), burung arika (Gallicrex cinerea),
gosong kelam (Megaphodius freycinet buruensis), musang/rase (Viverra tangalunga),
biawak (Varanus salvatori), rusa timor (Rusa timorensis), dan babi hutan
sulawesi (Sus celebensis). [dhn]