WahanaNews.co |
Pemerintah berencana menerapkan pajak karbon mulai 2022.
Tarif pajak karbon,
rencananya, ditetapkan minimal Rp 75 per kilogram (kg) karbon dioksida
ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Lalu, bagaimana dampaknya
pada PT PLN (Persero)?
Terlebih, PLN mengoperasikan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara sebagai penghasil
emisi karbon.
Executive Vice President Corporate Communication and
CSR PLN, Agung Murdifi, mengatakan, PT
PLN (Persero) sudah menyusun strategi untuk mencapai netral karbon pada tahun
2060 mendatang.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Target ini, menurutnya,
dibuat bukan karena pemerintah akan menerapkan pajak karbon, melainkan karena
kesadaran dan niat baik dari PLN untuk menciptakan ruang hidup yang lebih baik.
"PLN telah menyusun
strategi carbon neutral 2060, bukan
karena adanya rencana penerapan carbon
tax, tetapi karena awareness dan goodwill PLN untuk menciptakan ruang
hidup yang lebih baik dan lebih sehat bagi generasi mendatang," ungkapnya
kepada wartawan, Selasa (29/6/2021).
Agung menjelaskan, di dalam roadmap menuju bebas karbon pada 2060,
PLN sudah memiliki proyeksi kebutuhan energi sampai tahun tersebut di mana
porsi bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) akan terus meningkat.
"Pembangkit EBT akan
menjadi semakin dominan terhadap bahan bakar fosil, berkat inovasi teknologi
dan tingkat keekonomian EBT mengikuti tahun-tahun berjalan dan rencana
penghentian pembangkit-pembangkit fosil sesuai dengan masa kontrak dan
keseimbangan supply dan demand kelistrikan," jelasnya.
Dengan target netral karbon
pada 2060 yang dicanangkan PLN, menurutnya, adanya kebijakan pajak karbon mulai
tahun depan tidak akan mengubah strategi pengurangan emisi karbon dioksida
(CO2) PLN.
"Artinya, dengan adanya carbon tax tidak mengubah strategi
pengurangan emisi CO2 PLN, karena PLN telah memiliki roadmap carbon neutral pada 2060," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan,
rencana pajak karbon tidak akan mengubah rencana pengurangan emisi CO2 yang
sudah disusun oleh PLN.
Penerapan pajak karbon,
menurutnya, adalah wewenang dari pemerintah, dan PLN turut mendukung rencana
tersebut.
"Rencana penerapan carbon tax merupakan wewenang dari
pemerintah. PLN ikut mendukung kebijakan yang ditetapkan pemerintah,"
ucapnya.
Sebelumnya, rencana pajak
karbon ini disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam
rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (28/6/2021).
Rencana ini tertuang dalam
Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Di dalam draf RUU KUP yang
diterima media, rencananya tarif pajak yang ditetapkan minimal Rp 75/kg karbon
dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.
Dijelaskan juga, subjek pajak
karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung
karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.
Adapun pajak karbon yang
berlaku yakni barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan
emisi karbon dalam jumlah tertentu dan pada periode tertentu. [qnt]