WahanaNews.co |
Ketua Pengurus Harian Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai, pengenaan tarif ATM
Link sangat kontraproduktif dengan kondisi perekonomian Indonesia di tengah
pandemi Covid-19.
Meski
implementasinya ditunda, pengenaan tarif ATM Link yang semula gratis dinilai
akan menambah beban pengeluaran masyarakat.
Baca Juga:
Dukung Pertumbuhan Bisnis yang Berkelanjutan, ABM Group Raih Pendanaan Rp 1 Triliun dari BCA
Hal itulah yang
membuat YLKI meminta Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) membatalkan tarif,
bukan sekadar melakukan penundaan.
"Saya kira,
dari sisi momen juga sangat tidak manusiawi, sangat tidak tepat. Karena, sudah
pandemi, sudah krisis ekonomi, malah dikenakan biaya yang tidak masuk akal.
Jadi kita, YLKI, mintanya bukan ditunda, tapi dibatalkan," kata Tulus,
saat dihubungi wartawan, Selasa (1/6/2021).
Tulus menilai,
alasan apapun yang dikatakan Himbara tidak bisa dibenarkan saat kondisi
penghasilan masyarakat masih terbatas karena pandemi.
Baca Juga:
Iuran Baru Batu Bara Jadi Berlaku di Januari? Kementerian ESDM: Menunggu Perpres
Asal tahu saja,
himpunan bank pelat merah itu beralasan, kenaikan tarif merupakan cara bank
mendorong percepatan inklusi dan literasi keuangan, karena akan lebih banyak
transaksi non-tunai (cashless).
Layanan
transaksi di ATM Link pun disebut-sebut akan lebih baik jika tarif
diberlakukan.
Sedangkan
ketika ATM Link diperkenalkan pertama kali pada tahun 2015, semangatnya
mendorong banyak manfaat, meliputi hemat biaya operasional bagi perbankan dan
hemat biaya transaksi bagi nasabah pengguna ATM.
"Masa
mendorong cashless tapi memberikan disinsentif kepada konsumen? Kan
enggak lucu. Kemudian (alasannya untuk) meningkatkan pelayanan jaringan,
itu all budget-lah dari biaya operasional. Enggak boleh ada
pungutan dari sana-sini," beber Tulus.
Tak heran, kata
Tulus, banyak nasabah yang menentang kenaikan tarif ini.
Tulus bahkan
mengakui, banyak keluhan yang masuk ke YLKI, baik secara lisan maupun tulisan
melalui media sosial.
"Itu
protes massal. Kalau lihat di media sosial, setidaknya di medsos YLKI, medsos
saya, dan medsos-medsos yang lain, itu hampir 90 persen menyatakan keberatan
atas rencana itu. Saya sendiri melihatnya itu kontraproduktif, karena dulu kita
menggunakan ATM Himbara tujuannya untuk efisiensi," pungkas Tulus.
Sebelumnya
diberitakan, Himbara bakal mengimplementasikan tarif untuk cek saldo dan tarik
tunai pada ATM Link yang semula gratis.
Biaya untuk
bertransaksi tarik tunai, cek saldo, dan transfer antarbank berbeda-beda.
Transaksi cek
saldo pada ATM Link bank yang berbeda dengan bank nasabah akan dikenakan biaya
Rp 2.500.
Sementara untuk
tarif tunai, biayanya lebih besar, yakni Rp 5.000.
Biaya tarik
tunai ini bahkan lebih besar dari biaya transfer antar-bank, yang semula sudah
ditetapkan Rp 4.000.
Dengan kata
lain, nasabah pemilik ATM Mandiri yang mengecek saldo, dan menarik tunai uang
dari ATM Link Bank BRI, akan dikenakan biaya beragam.
Begitu juga
untuk nasabah Bank BRI yang bertransaksi menggunakan ATM Link Bank Mandiri,
Bank BNI, maupun Bank BTN, dan berlaku sebaliknya.
Namun,
pemberlakukan tarif itu ditunda karena berbagai alasan.
Wakil Direktur
Utama BNI, Adi Sulistyowati, mengatakan, meski nantinya diterapkan, tarif
transaksi di ATM Link akan lebih murah dibanding ATM lain.
"Patut
diingat penyesuaian tarif baru untuk tarif cek saldo dan tarik tunai tetap
lebih rendah dibandingkan jaringan ATM lain di Indonesia. Khusus untuk nasabah
penerima bansos, cek saldo dan tarik tunai di ATM Link tidak akan dikenakan
biaya sama sekali," tandas Adi. [qnt]