WahanaNews.co, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan melarang impor barang dari 100 harmonized system (HS) code yang selama ini diduga 'diakali'.
Pejabat Fungsional Direktorat Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Andi Susanto mengatakan pelarangan akan difinalkan dalam bentuk revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Persetujuan Tipe serta Permendag Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Baca Juga:
Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Kemendag: Pada 2025, Ekspor Perlu Tumbuh 7-10 Persen
"Terkait pembatasan atau pengendalian impor, beberapa kali rapat dengan Kemendag sudah sepakat bahwa revisi Permendag Nomor 20 dan 25 Tahun 2022 ada sekitar 100 HS (code) lagi yang selama ini kami sinyalir jadi pelarian HS untuk impor," katanya dalam Konferensi Pers Indeks Kepercayaan Industri (IKI) September 2023 di Kemenperin, Jakarta Selatan, Jumat (29/09/23).
"Supaya tidak ada jalan tikus, itu bisa kita tutup seluruhnya, dilartaskan (larangan dan pembatasan)," tegas Andi.
'Permainan' HS code juga sempat dibongkar Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP Darmadi Durianto. Ia mengungkap banyak praktik barang impor ilegal yang masuk ke tanah air, termasuk tekstil dengan mengakali kode HS.
Baca Juga:
Cumi Beku dan Produk Rumput Laut Indonesia Jadi Primadona di Pameran Boga Bahari Korea Selatan
Menurut Darmadi, data barang impor yang masuk ke Indonesia tidak tercatat sesuai faktanya. Ia mengaku sudah melaporkan hal tersebut kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
"Saya kemarin sudah cerita ke menteri perdagangan, dari China datanya misal 10, tapi data impor di Indonesia hanya 6. Ada 4 ini ilegal, bukan thrifting. Dengan melakukan pengubahan HS code," bebernya dalam rapat kerja dengan KPPU di DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (13/9).
Terlepas dari itu, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mendukung langkah Kemendag melarang TikTok Shop Cs berjualan dan bertransaksi. Menurutnya, media sosial memang seharusnya cukup hanya untuk berjualan.