"Data ini belum ditambahkan perhitungannya sampai Desember 2023. Artinya produksi GKG sepanjang 2023 potensi lebih besar dari data rilis terakhir BPS," ujarnya.
Selanjutnya, data BPS juga mengungkapkan produksi beras pada 2022 sebanyak 31,5 juta ton dan periode Januari-Oktober 2023 mencapai 30,9 juta ton. Artinya, kata dia, masih sangat mungkin ada perubahan data produksi beras sampai Desember 2023.
Baca Juga:
DPR Menilai Wali Kota Subulussalam Berbohong Saat Pidato di Paripurna
Dengan demikian, ia menilai tidak tepat jika el nino dijadikan rujukan untuk mengungkapkan kebutuhan impor beras dengan skala massif, terbesar dalam sejarah republik ini berdiri.
"Saya melihat ada indikasi ketidakwajaran dalam hal besarnya volume impor beras pada tahun 2023," ujarnya.
Said menambahkan, pada 2020 dirinya selaku Ketua Banggar sudah mengusulkan kepada pemerintah mengubah skema impor. Ia meminta pemerintah mengubah skema impor komoditas dari sistem kuota menjadi impor dengan model pengenaan tarif.
Baca Juga:
Badan Anggaran DPR Sepakati Asumsi Makro Tahun 2024
Pasalnya, kebijakan impor dengan sistem kuota syarat dengan upaya memburu rente para pejabat. Bahkan Ombudsman telah menemukan beberapa waktu lalu perbedaan antara dokumen kuota impor bawang dengan realisasi yang lebih besar dari dokumen.
Hal ini disampaikan Said menanggapi pernyataan calon wakil presiden nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka dalam debat cawapres yang menyebut bahwa Indonesia sudah swasembada beras pada 2019 hingga 2022.
"Debat capres dan cawapres adalah ajang untuk menunjukkan kualitas kepemimpinan nasional, bukan dari sisi kemampuan pengetahuan semata, tetapi juga sarana rakyat mengetahui kualitas kejujuran, dan kepemimpinan. Jadi sebaiknya calon pemimpin harus berani mengungkapkan data yang jujur," ujarnya.