WahanaNews.co | Mojang Sumedang sekaligus Mountaineer atau pendaki gunung asal Indonesia yang sukses jelajahi benerapa puncak gunung di dunia.
Gina Afriani Wulan Pratami mengenang saat dirinya mengambil keputusan untuk ikut bergabung ke dalam tim Indonesia 7 Summits Expedition 2010.
Baca Juga:
Peduli dan Inklusif, Brigjen Mustikaningrat Hadirkan Harapan Baru bagi Sumedang
Kala itu dari seluruh anggota keluarganya, hanya satu orang yang memberinya lampu hijau untuk berangkat yakni sang ayah. Berbekal izin itu, ia pun akhirnya cukup teguh untuk berangkat.
Dia adalah Gina Afriani Wulan Pratami mojang kelahiran 1988 asal Bojong Ciakar, Kelurahan Situ, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang. Ia menjadi perempuan satu-satunya di dalam tim ekspedisi 7 Summits kala itu.
Bukan tanpa alasan, ia yang saat itu berusia 22 tahun berani bertaruh dengan segala konsekuensinya.
Baca Juga:
Waspada Musim Hujan, PLN UP3 Sumedang Minta Masyarakat Bijak Gunakan Listrik
Sebagai atlet lari jarak menengah 800 meter yang telah ditekuninya sejak duduk di bangku kelas 5 SD, ia rupanya sedang dilanda kerinduan akan suasana yang dapat memacu adrenalin sebagaimana saat dirinya bertanding.
"Saya saat itu sedang dilanda kerinduan pada dunia pertandingan. Sangat merindukan adrenalinnya mulai dari latihan, pertandingan hingga pencapaiannya. Jadi, seven summit ini menjadi salah satu obatnya," ungkap Gina saat berbincang dengan detikjabar beberapa hari lalu.
"Saat itu ketua dewan pengurus Wanadri, yakni Darmanto menawarkan hal itu. Saya sangat menyadari konsekuensi yang akan terjadi ketika saya memilih bergabung, salah satunya adalah keteteran kuliah," tambahnya mengingat momen 7 Summits 12 tahun silam.
Dalam momen Indonesia 7 Summit Expedition itu, Gina berangkat berenam. Rekannya yang lain diantaranya, Ardeshir Yaftebbi, Iwan Irawan, Martin Rimbawan, Fajri Al Luthfi dan Nurhuda.
Misi pendakian 7 puncak gunung dunia bukanlah misi main-main. Itu dibutuhkan segala persiapan yang matang mulai dari persiapan mental, fisik dan juga perbekalan.
Sekadar diketahui, sebelum misi itu dilakukan, Gina sudah tercatat sebagai anggota Wanadri dengan telah mengikuti pendidikan dasar. Kemudian ia pun sebelumnya telah mengikuti Diklat Fisik ekspedisi 7 summit.
"Khususnya dalam proses persiapannya. Pendakian ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Mungkin sekitar 12 miliar untuk 6 orang pendaki. Lokasi gunung kebanyakan berada di negara-negara yang memiliki 4 musim, sementara kami semua adalah orang tropis. Pendakian ini sebagian besarnya harus dilakukan dengan peralatan-peralatan khusus yang sulit didapatkan di Indonesia," paparnya.
Adapun gunung-gunung yang harus ditempuh, yakni Cartenz Pyramid (4.884 mdpl) di Papua Indonesia, Kilimanjaro ( 5.895 mdpl) di Tanzania - Afrika, Elbrus (5.642 mdpl) di Rusia, Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina, Mc Kinley / Denali (6.194 mdpl) di Alaska, Vinson Massif (4.897 mdpl) di Antartika dan Everest (8.848 mdpl) di Nepal.
Perjalanan Sampai Puncak - Dari Hipotermia Sampai Muntah Darah
Kilimanjaro adalah salah satu gunung terindah di benua Afrika. Namun saat itu menjadi salah satu gunung yang paling menyiksa saat hipotermia tetiba menyerang tubuh Gina.
"Tepatnya di stella point sekitar ketinggian 5700 mdpl, saya terkena hipotermia, tubuh saya menggigil tidak bisa dikendalikan," kenang Gina.
Kala itu, kata Gina, badai tiba-tiba menghantam jalur yang dilaluinya. Kondisi itu memaksa Gina untuk melakukan dua kali pendakian agar bisa sampai ke puncak Kilimanjaro.
"Di Kilimanjaro saya mengalami dua kali pendakian karena sebelumnya dihantam badai dan saya terkena hipotermia, namun akhirnya berhasil sampai puncak," ujarnya.
Dari gunung - gunung yang dijelajahi, kesemuanya memiliki tingkat kesulitan dan tantangannya masing-masing. Belum lagi ditambah dengan badai yang kerap datang secara tiba-tiba.
"Gunung Cartenz itu sangat teknikal dimana harus menerapkan teknik pemanjatan, belum lagi pas saat akan sampai puncak, kaki kami harus melintasi jurang selebar 1 - 1,5 meter dengan kedalaman kurang lebih 400 meter," papar Gina.
"Di Cartenz kami melakukan dua kali percobaan karena cuaca buruk, di Elbrus kami melakukan dua kali percobaan karena cuaca buruk dan terkena badai saat menjelang puncak," tambahnya.
Bagi Gina, momen terberat dalam ekspedisi adalah saat melakukan pendakian gunung Aconcagua di Argentina. Saat dimana dirinya mengalami muntah darah.
"Saat akan mendaki ke puncak di ketinggian 6200 atau 6300 Mdpl, saya muntah darah dan dipaksa harus turun oleh guide," kenangnya haru.
Dari ketujuh gunung itu, Gina ditakdirkan hanya mampu mendaki 4 gunung yaitu Cartenz, Elbrus, Kilimanjaro dan harus terhenti di Aconcagua - Argentina.
"Di Aconcagua, saya tidak mencapai puncak. Setelah itu pendakian saya berhenti dan tidak melanjutkan ke gunung-gunung selanjutnya karena di dalam tim kami sendiri ada perjanjian apabila di satu gunung tidak mencapai puncak, maka pendakian bagi yang bersangkutan dihentikan," paparnya.
Gina mengaku bersyukur dapat turut serta ambil bagian dalam ekspedisi tersebut. Meski, ia harus mengorbankan waktu selama 4 tahun dari mulai persiapan hingga dapat menjelajahi gunung-gunung tersebut.
Dari enam pendaki dalam misi Indonesia 7 Summits Expedition kala itu, dua pendaki diantaranya yaitu Nurhuda dan Iwan Irawan sukses menyandang "Seven Summiter" lantaran mampu menyelesaikan ketujuh puncak gunung dunia.
Sementara tiga lainnya Ardhesir Yaftebbi, Fajri Al Luthfi dan Martin Rimbawan mampu mendaki enam puncak gunung.
Menurut Gina, setiap mimpi yang akan dicapai membutuhkan komitmen yang tinggi. Begitu pun saat ia memutuskan komitmennya untuk bergabung ke dalam tim Indonesia 7 Summit Expedition kala itu.
"Setiap perjalanan membutuhkan komitmen yang tinggi. Dari komitmen itu, tentu masing-masing orang memiliki bagian dalam hidupnya yang harus ditunda dan dikorbankan tapi itu adalah resiko yang sudah saya perkirakan sejak awal. Waktu yang saya habiskan untuk ekspedisi ini sekitar 4 tahunan," pungkasnya saat mengingat setiap momen yang telah dilalui dalam ekspedisi. [bay]