WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan proses hukum Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi ke Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Selain Henri, KPK juga menyerahkan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Letkol Adm Afri Budi Cahyanto ke Puspom TNI.
Baca Juga:
Gubernur Diminta Evaluasi Ulang Proses Tender Perawatan Gedung Dinas Teknis Jati Baru
Adapun KPK telah menetapkan dua perwira TNI itu sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI Tahun Anggaran 2021-2023.
“Tersangka Henri dan Afri yang diduga sebagai penerima suap penegakan hukumnya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI untuk proses hukum lebih lanjut,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta, Rabu (26/07/23).
Alex mengatakan, penyerahan proses hukum kepada pihak Puspom TNI ini mengacu pada ketentuan Pasal 42 Undang-Undang KPK.
Baca Juga:
Dugaan KKN dalam Proses Lelang Kantor Satlak Sudin LH Jakpus
Pasal itu menyatakan bahwa, “Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum” juncto Pasal 89 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Alex, kasus yang melibatkan Henri nantinya akan diselesaikan oleh tim gabungan penyidik KPK dan tim penyidik Puspom Mabes TNI.
“Sebagaimana kewenangan yang diatur di dalam undang-undang,” ujar Alex.
Selain Henri dan Afri, KPK juga menetapkan tiga orang dari pihak swasta dalam kasus ini. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan.
Kemudian, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Dalam perkara ini, KPK menyangka tiga orang dari pihak swasta itu dengan Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Diberitakan sebelumnya, KPK menangkap sejumlah orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di kawasan Jalan Hankam, Cilangkap, Jakarta Timur dan Jatisampurna, Bekasi, Jawa Barat pada Selasa (25/07/23) siang.
KPK menduga, mereka melakukan suap terkait pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas Tahun Anggaran 2023.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, diduga terdapat pembagian fee dari nilai proyek dalam pengadaan alat Basarnas tersebut.
"Besaran fee sebesar 10 persen dari nilai proyek," kata Firli saat dihubungi, Rabu.
Terpisah, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengonfirmasi nilai kontrak pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan itu senilai Rp 9.997.104.000.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com di situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), pengadaan tersebut terdaftar dengan kode lelang 3317469.[sdy]