“Subsidi terserah di mana saja, di produsen, di peritel, atau perantara, atau di konsumen juga bisa. Itu kan pilihan-pilihan subsidi,” kata Guntur.
Subsidi tersebut, kata Guntur, bisa saja diambil dari dana BPDPKS.
Baca Juga:
Jaga Pasokan, Pemerintah Perbarui Kebijakan Pengendalian Minyak Goreng Pasca Lebaran
Namun tetap saja akan sulit jika diterapkan di industri Indonesia.
“Akhirnya kemarin ada upaya refraksi pelaku usaha yang kadung sudah tinggi (harga minyak goreng), harga yang lama sebelum HET. Pertanyaannya apakah bisa direfraksi pemerintah dengan dana itu tadi. Itu kan tidak mudah. Kompleks juga,” kata Guntur.
“Jadi harga yang ditentukan intervensi tadi tentunya harus melakukan beberapa hal untuk mencapai itu. Kan negara kita bukan negara ekonomi yang terkomando. Tidak semerta-merta bisa seperti itu,” imbuhnya.
Baca Juga:
Minyakita Langka di Banyak Daerah, Konsumen Menjerit
Selain subsidi, Guntur mengatakan upaya lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan menerapkan disinsentif pada pelaku usaha yang kedapatan menjual minyak goreng tak sesuai HET.
Seperti halnya pada kebijakan Domestic Price Obligation (DMO) yang jika tak dipenuhi produsen meraka tak akan dapat izin ekspor.
“Jadi ada hitung-hitungan kalkulasi bisnis di dalamnya. Namun pertanyaannya adalah kebijakan tersebut memberikan level playing filed (lapangan tanding usaha) yang sama antara pelaku usaha kalau dalam konteks persaingan,” pungkasnya. [gun]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.