WAHANANEWS.CO, Jakarta - MARTABAT Prabowo-Gibran berpandangan bahwa sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam kawasan aglomerasi Jabodetabekjur adalah kunci utama dalam mengatasi bencana banjir yang cenderung kian parah dari tahun ke tahun.
Upaya penanganan banjir selama ini dinilai masih berjalan secara parsial dan tidak terkoordinasi dengan baik, sehingga belum mampu memberikan solusi yang berkelanjutan.
Baca Juga:
Akibat Hujan Deras, Rumah Tiga Lantai di Bogor Ambruk
"Kita tidak bisa terus-menerus menggunakan pola reaktif dalam menghadapi banjir. Perlu ada strategi yang matang, terencana, dan berkelanjutan. Salah satu langkah mendesak adalah memastikan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah sejalan, terutama dalam hal pembiayaan pembangunan infrastruktur pengendali banjir," ujar Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo Gibran, KRT Tohom Purba, Rabu (12/3/2025).
Bajir yang menghantam sebagian wilayah jabodetabek beberapa waktu lalu telah memaksa ribuan warga mengungsi, sementara berbagai fasilitas umum seperti sekolah dan jembatan mengalami kerusakan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahkan mencatat bahwa situasi ini belum memasuki fase puncaknya, dengan prediksi cuaca ekstrem akan terjadi pada 11 hingga 20 Maret mendatang.
Baca Juga:
Meresahkan, Satpol PP Tangerang Tindak Tegas Penjualan Miras di Depot Jamu
Menurut Tohom, langkah-langkah penanganan banjir yang diambil pemerintah idealnya bisa mencakup pemulihan daerah aliran sungai, normalisasi sungai, serta pengendalian tata ruang yang lebih ketat.
Ia menyoroti bahwa alokasi anggaran untuk penanganan banjir sering kali menjadi kendala utama.
"Masalah terbesar dalam penanganan banjir bukan hanya teknis, tapi juga finansial. Jika pemerintah pusat dan daerah tidak duduk bersama dalam merumuskan solusi yang terintegrasi, maka setiap tahun kita hanya akan berhadapan dengan dampak yang sama tanpa penyelesaian yang konkret," tuturnya.
Lebih lanjut, Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch menyoroti pentingnya penegakan aturan tata ruang.
Ia menilai bahwa maraknya alih fungsi kawasan hijau menjadi area pemukiman dan komersial adalah penyebab utama semakin parahnya banjir di kawasan Jabodetabekjur.
"Banyak wilayah resapan air yang hilang karena pengembangan properti yang tidak terkontrol. Jika pemerintah tidak memiliki ketegasan dalam menertibkan pelanggaran tata ruang, maka penanganan banjir hanya akan menjadi upaya tambal sulam yang tidak efektif," imbuhnya.
Selain itu, ia juga menilai bahwa kebijakan seperti modifikasi cuaca yang dilakukan BNPB hanyalah solusi jangka pendek dan tidak dapat menjadi andalan dalam mengatasi banjir secara menyeluruh.
Menurutnya, pemerintah harus lebih fokus pada pembangunan infrastruktur penunjang seperti waduk, embung, dan kanal banjir yang dapat mengalirkan air dengan lebih baik.
"Modifikasi cuaca itu ibarat pereda nyeri sementara, bukan penyembuh utama. Kita harus membangun solusi yang lebih struktural dan berbasis kajian ilmiah agar banjir tidak menjadi ancaman tahunan yang terus merugikan masyarakat," sebutnya.
Dengan semakin meningkatnya intensitas hujan akibat perubahan iklim, ia berharap agar kebijakan pengelolaan tata ruang dan penanganan banjir tidak lagi bersifat sektoral.
"Akan lebih baik menjadi prioritas nasional yang dilakukan secara berkesinambungan oleh seluruh pihak terkait," tutupnya.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]