WahanaNews.co | Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengatakan bakal mengkaji dugaan ketidaklayakan penjabat (pj.) kepala daerah di Indonesia.
Tito menyampaikan pernyataan itu usai Komisi II DPR RI mencatat terdapat 40 persen pj. kepala daerah yang tidak layak menempati posisi tersebut.
Baca Juga:
30 Anggota DPRD Kabupaten Kolaka Periode 2024-2029 Dilantik di Rapat Utama
"Kami belum memiliki studi tentang ketidaklayakan secara saintifik. Jadi, ini mungkin asumsi, hipotesis," kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/6/2024).
Selain itu, Tito menjawab pernyataan Komisi II DPR RI mengenai ketidaklayakan terjadi karena latar belakang 40 persen pj. kepala daerah tersebut bukan berasal dari Kemendagri.
"Kami sudah diskusikan dari awal bahwa enggak mungkin semua dari Kemendagri. Nanti saya enggak bisa kerja, habis semua, sehingga kami ambil juga bukan hanya dari Kemendagri, bukan hanya dari kementerian/lembaga, melainkan justru banyak juga dari daerah," jelasnya.
Baca Juga:
Pjs Gubernur Kaltara Togap Simangunsong Gelar Pertemuan Perdana dengan ASN
Tito bahkan mengatakan bahwa latar belakang pj. kepala daerah yang ditempatkan, terutama di daerah-daerah terpencil, memang disengaja berasal dari daerah tersebut.
"Dari Kemendagri ditempatkan di sana, enggak kuat. Jadi, kami tempatkan di pulau-pulau, Mentawai misalnya, Nias, otomatis orang-orang setempat supaya kuat dia," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengatakan bahwa Kemendagri harus mencermati penunjukan pj. kepala daerah.
"Terus terang hasil dari bukan hanya pengamatan yang kami lihat, dengar, dan rasakan, hampir 40 persen para pj. ini memang tidak layak untuk menjadi penjabat kepala daerah," kata Junimart dalam rapat yang sama.
Menurut dia, ketidaklayakan tersebut terjadi karena sosok pj. dari internal Kemendagri telah habis sehingga harus mengambil dari kementerian lain.
"Akhirnya mengambil kementerian lain yang saudara menteri tidak paham tentang pola pikir, dan mungkin mereka juga tidak paham tentang bagaimana tata kelola pemerintahan," katanya.
[Redaktur: Zahara Sitio]