WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menyatakan bahwa pemerintah pusat bersama pemerintah daerah sejak awal telah mengerahkan berbagai upaya dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam penanganan bencana.
Tito menjelaskan hingga kini pemulihan pascabencana di wilayah terdampak terus dipercepat, terutama di daerah yang kondisinya masih berat.
Baca Juga:
Masinton Laporan pada Mendagri Tito dan MenPKP Maruar, bahwa 20 persen Lahan Sawit Perusahaan di Wilayahnya Akan di ambil Alih
“Berkat kecepatan dan juga kerja keras dari semua pihak, baik pusat maupun daerah, serta masyarakat dan semua pihak yang terlibat, sampai saat ini kita melihat bahwa sudah banyak terlihat pemulihan di Aceh,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (30/12/2025).
Hal itu disampaikan Mendagri saat Rapat Satuan Tugas (Satgas) Pemulihan Pascabencana di Kota Banda Aceh, Aceh.
Tito menjelaskan secara nasional terdapat 52 kabupaten/kota terdampak bencana banjir dan longsor. Dari jumlah tersebut, 18 daerah berada di Aceh, 18 daerah di Sumatera Utara, dan 16 daerah di Sumatera Barat.
Baca Juga:
Umrah Saat Banjir, Disentil Prabowo Bupati Aceh Selatan Minta Maaf
"Berkat kerja keras seluruh pihak, sebagian besar wilayah menunjukkan pemulihan yang signifikan," ujar Tito.
Meski demikian, Mendagri menekankan masih terdapat sejumlah daerah yang membutuhkan perhatian serius. Di Aceh, kata dia, beberapa wilayah yang masih memerlukan percepatan pemulihan, antara lain Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Aceh Timur, Gayo Lues, Bener Meriah, dan Pidie Jaya.
“Yang paling berat adalah Tamiang karena pemerintahnya belum berjalan efektif, dan kemudian ekonominya juga belum jalan maksimal,” ujarnya.
Sementara itu, di Sumatera Utara, dari 18 daerah terdampak kini tersisa lima daerah yang masih perlu penanganan lebih lanjut, yakni Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, dan Kota Sibolga.
Adapun di Sumatera Barat, dari 16 daerah terdampak, tiga daerah yang menjadi prioritas perhatian adalah Agam, Padang Pariaman, dan Tanah Datar.
Menurut dia, upaya percepatan yang perlu dilakukan saat ini adalah pembersihan lumpur maupun puing-puing sisa banjir dan longsor.
"Pembersihan ini harus betul-betul dimobilisasi," ujar Tito
Dia mengatakan saat ini, baik TNI maupun Polri telah menambah personel untuk membantu proses pembersihan.
Langkah ini dibarengi dengan upaya menghidupkan kembali roda pemerintahan, terutama di Aceh Tamiang.
“Jadi Tamiang ini memang harus betul-betul ‘diserang’, ‘dikeroyok’ rame-rame, supaya secepat mungkin bangkit,” ujarnya.
Selain pembersihan, kata dia, perlu juga percepatan pendataan terhadap rumah yang mengalami kerusakan mulai dari kategori ringan, sedang, hingga berat. Data ini dibutuhkan untuk memastikan pemberian bantuan tepat sasaran.
“Kalau kita bisa mendapatkan data yang sudah direkonsiliasi, ini yang perlu mungkin, siapa yang melakukan ini? Saran kami yang melakukan ini adalah BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Karena BNPB akan membayarkan,” kata Mendagri.
Pemerintah juga tengah menyiapkan hunian tetap (huntap) bagi masyarakat yang rumahnya rusak berat atau hilang. Sementara itu, bagi masyarakat yang rumahnya rusak ringan atau sedang akan diberikan bantuan uang untuk melakukan perbaikan.
Ia menekankan kecepatan penyaluran bantuan ini penting karena akan mengurangi jumlah pengungsi.
Selain itu, bagi rumah yang rusak berat, pemerintah menyediakan hunian sementara (huntara) atau bantuan biaya sewa sembari menunggu pembangunan huntap selesai.
Pemerintah juga menyiapkan bantuan biaya hidup, perabot rumah tangga, hingga dukungan pemulihan ekonomi bagi warga terdampak, termasuk petani yang sawahnya rusak.
Di sisi lain, guna mempercepat pembersihan wilayah dan menghidupkan kembali roda pemerintahan desa di Aceh Tamiang, Mendagri akan mengirimkan 1.000 lebih praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
“Kami akan mengirimkan juga, 1.100 praja IPDN. Jadi kami anggap ini adalah, KKN (Kuliah Kerja Nyata) buat mereka. Masuk kurikulum. Tugas mereka utama adalah, satu bulan, dari tanggal 3 (Januari 2026) nanti, ... untuk menghidupkan pemerintahan,” tutur Mendagri.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]