WahanaNews.co | Pemerintah dikabarkan sedang menyiapkan maskapai Pelita Air untuk menggantikan perusahaan penerbangan pelat merah, Garuda Indonesia.
Garuda Indonesia tengah menghadapi ancaman gagal restrukturisasi setelah menanggung utang yang nilainya disebut-sebut menembus Rp 70 triliun.
Baca Juga:
Wamildan Tsani Panjaitan Dirut Baru Garuda Indonesia
Pelita Air selama ini berfokus melayani penerbangan untuk sewa atau carter.
Dibangun sejak 1970, Pelita awalnya merupakan maskapai milik PT Pertamina (Persero), namun kini berdiri di bawah naungan PT Pelita Air Service (PAS).
Berikut ini sejumlah fakta tentang kabar Pelita Air yang akan menggantikan Garuda Indonesia.
Baca Juga:
Paus Fransiskus Pilih Menu Nasi Goreng di Pesawat ke Papua Nugini
Pengakuan Wakil Menteri BUMN
Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo, membenarkan adanya rencana pemerintah menjadikan Pelita Air sebagai maskapai berjadwal.
Dia menjelaskan, rencana tersebut telah disiapkan untuk mengantisipasi apabila restrukturisasi dan negosiasi yang sedang dijalani Garuda Indonesia tak berjalan mulus.
"Benar, karena kalau recovery penumpang udara meningkat, akan terjadi shortage serius jumlah pesawat di Indonesia. Ini karena banyak sekali pesawat yang di-grounded oleh lessor,” ujar Kartika alias Tiko, seperti dikutip pada Rabu (20/10/2021).
Tiko menilai, opsi penutupan Garuda tetap terbuka meski berstatus sebagai maskapai flag carrier.
Alasannya, saat ini sudah lazim sebuah negara tidak memiliki maskapai yang melayani penerbangan internasional.
Alasan Pemerintah Siapkan Pelita Air
Pemerintah memiliki alasan menyiapkan Pelita Air sebagai pengganti Garuda.
Meski Garuda bisa diselamatkan, nyaris mustahil maskapai itu dapat bisa melayani penerbangan jarak jauh lagi, misalnya ke Eropa.
Karena itu, untuk melayani penerbangan internasional, maskapai asing akan digandeng sebagai partner maskapai domestik.
Contohnya, London-Denpasar dilayani maskapai asing untuk rute London-Jakarta, sedangkan Jakarta-Denpasar dilayani maskapai domestik.
Pelita Air tetap jadi maskapai full service domestik meski restrukturisasi Garuda berhasil.
Tiko menyebut, satu maskapai telah tertarik untuk menjadi partner maskapai internasional dengan kompensasi penerbangan umrah dan haji.
Untuk mengantisipasi jika opsi penutupan Garuda dilakukan, Kementerian BUMN telah menyiapkan transformasi maskapai Pelita Air dari air charter menjadi maskapai full service domestik.
Dalam hal ini, Pelita disiapkan menggantikan Garuda karena seluruh sahamnya juga dimiliki oleh BUMN, yaitu Pertamina.
Jika restrukturisasi utang Garuda ternyata berhasil, Pelita Air tetap bakal dioperasikan sebagai maskapai full service domestik.
Kemenhub Proses Izin Pelita Air sebagai Maskapai Berjadwal
Kementerian Perhubungan masih memproses dokumen perizinan yang diajukan Pelita Air Service sebagai maskapai layanan berjadwal.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Novie Riyanto, menjelaskan, Pelita Air sudah mengajukan surat izin usaha angkutan niaga berjadwal dan Sertifikat Operator Pesawat Udara (Air Certificate Operator/AOC).
Perizinan pembukaan rute penerbangan itu diajukan untuk mendukung program Holding Badan usaha Milik Negara (BUMN) Pariwisata dan Pendukung di mana Pelita masuk sebagai anggota holding.
Tapi, Novie enggan mengkonfirmasi soal wacana pemerintah menjadikan Pelita Air sebagai anak usaha PT Pertamina (Persero) bakal menggantikan posisi maskapai Garuda.
“Mereka (Pelita) sudah proses memasukkan dokumen perizinan. Kami sudah terima. Kalau untuk izin angkutan udara proses terbitnya lebih cepat. Tapi kalau AOC tentu saja prosesnya bergantung kepada seberapa comply Pelita terhadap kelengkapan dokumen,” kata Novie.
Kondisi Terkini Garuda
Garuda disebut-sebut memiliki utang hingga Rp 70 triliun atau US$ 4,9 miliar.
Utang Garuda jumlahnya bertambah lebih dari Rp 1 triliun per bulan seiring dengan penundaan pembayaran tanggungan.
Membengkaknya biaya leasing disebabkan oleh armada yang jumlahnya terlalu banyak dan spesifikasinya tidak cocok dengan karakter maskapai.
Garuda saat ini memiliki Boeing 737, Boeing 777, Airbus A320, Airbus A330, ATR, dan Bombardier.
Banyaknya jenis armada itu mengakibatkan inefisiensi dalam perawatan, manajemen operasional penerbangan, hingga pelatihan kru kabin.
Saat ini Garuda masih menjajaki negosiasi dengan lessor dan krediturnya untuk merelaksasi utang.
Di tengah proses restrukturisasi, kondisi arus kas dan operasi harian maskapai pelat merah dilaporkan sangat minim.
Jadwal dan frekuensi penerbangan emiten itu sangat tergantung pada kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat.
Kondisi Garuda pun akan semakin rentan dengan arus kas yang kian tipis apabila timbul kebijakan pengetatan pergerakan kembali ke depannya.
Tanggapan Garuda
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengatakan, kemungkinan gagalnya restrukturisasi perseroan merupakan pandangan dari Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas perseroan.
“Kementerian BUMN melihat berbagai kemungkinan melalui perspektif yang lebih luas atas berbagai opsi-terkait langkah pemulihan kinerja Garuda Indonesia,” ujar Irfan.
Namun, ia menyebut, pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas Garuda masih memiliki berbagai opsi untuk memilihkan kinerja perseroan.
Ia juga meyakini, kinerja perusahaan akan berangsur membaik seiring dengan peningkatan tren pergerakan masyarakat. [qnt]