WahanaNews.co | Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengumumkan pihaknya berencana melaporkan insiden keji kepada tenaga medis Kiwirok, Pegunungan Bintang, Papua, ke Komisi Perlindungan HAM internasional.
Ketua PPNI, Harif Fadhillah, mengatakan rencana tersebut merupakan rekomendasi Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik.
Baca Juga:
TP PKK Kolaka Utara Gelar Sosialisasi Kesehatan Reproduksi dan Cegah Stunting bagi Pelajar
"Kami juga nanti dengan organisasi profesi yang lain untuk menindaklanjuti saran Pak Taufan kita akan ke internasional," ucap Harif dalam webinar virtual, Sabtu (25/9/2021).
Harif menuturkan, rekomendasi disampaikan Taufan saat pengurus PPNI dan beberapa organisasi profesi berkunjung ke Komnas HAM untuk berdiskusi mengenai kondisi teror yang terjadi di Kiwirok.
Harif berharap kejadian di Kiwirok tidak hanya sebatas kejahatan kriminal biasa. Harapan itu disampaikan lantaran ia dan beberapa organisasi profesi mengaku khawatir dengan pelabelan kelompok tersebut yang disebut sebagai kelompok bersenjata, bukan sebagai kelompok teroris.
Baca Juga:
Dr. Rudi Iskandar Terpilih Sebagai Ketua IDI Tapsel 2023-2026 dalam Muscab Serentak
"Kami mau konsultasi apakah ini termasuk pelanggaran HAM atau tidak karena positioning KKB ini kan kriminal, kelompok kriminal artinya nanti tergolong kejahatan biasa kalau tergolong kejahatan biasa jangan-jangan ini nanti akan biasa terjadi makanya kami konsultasi bagaimana kiranya ini masuk dalam sebuah skenario pelanggaran HAM," harap Harif.
Diketahui, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mendorong pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan organisasi profesi lainnya mengadukan kondisi tenaga medis di Pegunungan Tengah, Papua, kepada internasional.
Sebab, penyerangan kelompok teroris itu telah menyerang masyarakat sipil bahkan tenaga medis.
Dalam perjanjian dan aturan hak asasi manusia internasional di Genewa dan telah diratifikasi dalam hukum Indonesia, penyerangan terhadap tenaga medis dan masyarakat sipil masuk dalam kategori pelanggaran hukum internasional.
"Kita sarankan harus berani ngomong ke internasional, bahwa ini ada kondisi begini di mana tenaga kesehatan kita tidak terlindungi," ucap Taufan.
Taufan juga mengaku, dorongannya agar IDI, asosiasi tenaga medis, dan komunitas masyarakat sipil mengadu ke ranah internasional karena hingga saat ini pun negara-negara lain bergeming atas kondisi penyerangan di Pegunungan Tengah, Papua.
"Jadi, serangan-serangan terhadap warga sipil dan tenaga medis itu pelanggaran yang sangat serius terhadap hukum internasional tetapi saya belum melihat internasional ini bereaksi," lugasnya.
Taufan bercerita, saat menemui langsung tenaga kesehatan sekaligus korban kekerasan kelompok teroris di Papua, mereka dengan sangat memohon agar negara memberikan perlindungan bagi mereka selama menjalankan tugasnya dalam misi kemanusiaan.
Permintaan tersebut, diasumsikan Taufan bahwa perlindungan negara terhadap masyarakat sipil di wilayah konflik belum berdampak signifikan.
Komnas HAM, kata Taufan, bukan abai atas kondisi keamanan masyarakat sipil dan tenaga kesehatan di Papua. Secara rutin, imbuhnya, Komnas HAM perwakilan Papua sering melakukan pertemuan dengan Kepala Daerah setempat untuk menekan sekaligus memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat sipil.
"Secara langsung sudah sampaikan waktu kita bertemu dengan Pak Kapolda sudah kita sampaikan kita bertemu dengan Pak Kapolda itu rutin bertemu dengan kepala daerah itu rutin."
Sebelumnya, Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua berharap para tenaga medis dan pendidik di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, segera diungsikan ke tempat yang lebih aman. Permintaan ini menyikapi meningkatnya eskalasi keamanan di Papua akhir-akhir ini.
Ketua Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua, Befa Yigibalom, mengatakan tidak ada pilihan lain Bupati Pegunungan Bintang diharapkan segera menarik tenaga medis, pendidik di wilayah sekitar kejadian ke ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang yakni Distrik Oksibil.
"Memang jalur darat dari Distrik Kiwirok belum terhubung ke daerah sekitarnya sehingga daerah seperti ini harus diperhatikan dengan serius," ujarnya. Demikian dikutip WahanaNews.co dari Antara, Sabtu (18/9).
Menurut Befa, pihaknya juga menyampaikan turut berduka cita dan memberikan penghormatan yang tinggi kepada tenaga medis, terutama korban yang sampai kehilangan nyawanya dan berharap keluarga diberikan kekuatan.
"Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua mengutuk keras tindakan tersebut," ujar Befa yang juga merupakan Bupati Lanny Jaya.
"Eskalasi di Kabupaten Pegunungan Bintang ini perlu disikapi serius oleh berbagai pihak dan diambil tindakan tegas terukur sehingga tidak meninggalkan benih-benih kekerasan yang sama," ucap dia.
Dia menambahkan, dirinya mengaku mengenal suku-suku di Pegunungan Bintang terutama suku Ngalum yang merupakan memiliki nilai budaya luhur yang tinggi, memiliki moral dan nilai-nilai baik, mengasihi juga jauh dari tindakan kekerasan.
Tenaga medis menjadi korban kekerasan kelompok separatis teroris Papua yaitu suster Gabriela Meilan (22). Ia gugur saat mencoba melindungi diri dari kelompok teroris tersebut.
Jenazah, Gabriela pun telah dimakamkan di Jayapura. "Sudah dimakamkan sore (22/9) di Jayapura," kata Danrem 172/PWY, Brigjen Izak Pangemanan saat dihubungi, Kamis (23/9). [rin]