WahanaNews.co | Pengamat Transportasi Publik dari Tim Advokasi meminta pihak pengelola Trans Jakarta untuk segera memperbaiki pelayanan dengan adanya sistem tapping.
Adapun perubahan sistem one man one car justru menjadi penghambat dari penumpang untuk melakukan perjalanan.
Baca Juga:
Viral Mobil Dinas Pejabat RI Serobot Jalur Busway, Kemenag Buka Suara
Salah satu perwakilan Tim Advokasi, Randy Kurniawan mengatakan, perubahan sistem yang dilakukan oleh Trans Jakarta menuai kontra dan ketidaknyamanan bagi pengguna, sehingga demi keamanan dan kenyamanan penggunanya agar segera dibenahi.
Tim Advokasi pun mendukung perubahan, perbaikan dan mengharapkan Standar Pelayanan Minimal di Trans Jakarta terus ditingkatkan.
"Dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Transjakarta Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 13 Tahun 2019 yang menyebutkan Ruang lingkup SPM meliputi seluruh layanan Transjakarta dan SPM merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman pelayanan Transjakarta dan acuan penilaian kualitas pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Misalnya dalam point kenyamana Trans Jakarta wajib memberikan kenyamanan ruang berdiri bagi penumpang selama menunggu bus di dalam halte, sehingga Pengelola Transjakarta harus konsisten," papar Randy.
Baca Juga:
Bank DKI Jalin Kerja Sama dengan Transjakarta dalam Pembiayaan Transportasi Ramah Lingkungan
Perwakilan lainnya, Johan Imanuel juga meminta Pengelola Transjakarta benar-benar menerapkan standar keselamatan harus benar-benar dipastikan saat penumpang di halte Transjakarta.
"Kalau antrian menumpuk 'kan pada faktanya banyak yang sampai keluar halte ini, hal ini kan berbahaya. Padahal keselamatan harus menjadi terdepan agar menghindari resiko kecelakaan yang mungkin terjadi," ujarnya.
Tim Advokasi pun saat ini telah menerima dua aduan dari penumpang yang biasa menggunakan rute Kuningan Ragunan
"Ya aduan kedua warga tersebut juga terkait Sarana dan Prasarana. Pertama, mengenai mesin tapping yang ternyata tidak seluruhnya beroperasional sehingga menyebabkan penumpukan penumpang di Halte," ungkapnya.
Kedua, adanya kebingungan dari penumpang mengenai mekanisme tapping yang sudah dilakukan di Bus Rapid Transit (BRT) melalui koridor di luar rute kemudian penumpang pindah ke halte yang termasuk koridor disaat mau keluar justru petugas di halte tujuan kurang mengerti kalau sudah tapping di BRT bagaimana turun di Halte Tujuan sehingga penumpang tersebut justru keluar tanpa tapping.
"Dan, keesokan harinya sewaktu tapping mau masuk di halte yang termasuk koridor malah status kartu awalnya blokir namun petugas sempat bilang ini karena tidak tapping out sehingga penumpang tsb menjadi bingung jadinya khawatir kartu yang digunakan tapping malah tidak bisa dipakai." terang Johan.
Sementara, perwakilan Advokasi lainnya, Julius Simanjuntak minta berbagai pihak yang terkait pengelolaan Transjakarta untuk segera memperbaiki SPM yang saat ini sedang di sorot Masyarakat demi kenyamanan penumpang.
"Penumpang adalah pelanggan yang ingin dimanjakan sehingga berhak atas kondisi nyaman, bersih, indah dan sejuk. Kami mohon jumlah bus ditambah juga khususnya pada jam sibuk dibarengi waktu 5 menit setiap bus dan ada tempat duduk yang layak dalam halte," tutup Julius.[mga]