WahanaNews.co | Petinggi dua lembaga survei, yaitu Indikator dan Poltracking, diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Alasan pemanggilan yaitu dugaan korupsi yang dialirkan untuk pembiayaan survei pencalonan kepala daerah Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah.
Baca Juga:
Penguatan UU Tipikor, KPK Anggarkan Dana Rp2,1 Miliar
Kepala Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut yang diperiksa adalah Direktur Keuangan PT Indikator Politik Indonesia Fauny Hidayat dan Direktur Keuangan PT Poltracking Indonesia Erma Yusriani.
Hal itu berkenaan dengan dugaan kasus korupsi Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah Ben Brahim S Bahat dan istrinya, Ary Egahni yang merupakan anggota DPR Fraksi NasDem.
"Saksi hadir (Senin 26/6). Diperiksa di antaranya pendalaman soal aliran uang di antaranya yang juga dipergunakan untuk pembiayaan polling survei pencalonan kepala daerah terhadap tersangka dan istrinya," ujar Kepala Ali dalam keterangannya, Selasa (27/06/23).
Baca Juga:
Korupsi BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Divonis 20 Juni
Selain itu, KPK juga memeriksa saksi lain yaitu Direktur Utama PT Timbul Jaya Karya Utama, Lim Nye Hien, lalu Direktur PT Roading Multi Makmur Indonesia atau Komisaris PT Timbul Jaya Karya Utama, Hendri.
KPK juga memeriksa Direktur CV Mentari, Marzuki Karim; Finance Hotel Intercontinental Pondok Indah, Christine; dan Sales Executive Kalawa Boulevard (PT Bersama Satmaka Cipta), Yunita, serta seorang dokter bernama Niksen S. Bahat.
Ali menjelaskan semua diperiksa dalam kasus dugaan suap pemotongan anggaran, seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara, disertai penerimaan suap di lingkungan Pemkab Kapuas, Kalimantan Tengah untuk tersangka Ben Brahim S Bahat.
KPK menyebut Ben dan Ary diduga menggunakan uang hasil korupsi untuk membayar dua lembaga survei nasional. Ben dan Ary menerima uang sebesar Rp8,7 miliar dari pemotongan anggaran yang seolah-olah dianggap utang dan suap.
"Mengenai besaran jumlah uang yang diterima BBSB [Ben Brahim] dan AE [Ary Egahni] sejauh ini sejumlah sekitar Rp8,7 miliar yang antara lain juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional," jelas Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Selasa (28/3).
Ben diduga menerima fasilitas dan uang dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Pemerintah Kabupaten Kapuas termasuk dari pihak swasta.
Sementara itu, KPK menduga Ary aktif untuk ikut campur dalam proses pemerintahan.
Satu di antaranya dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian sejumlah uang dan barang mewah.
Selain itu, Ben diduga menerima suap dari pihak swasta terkait izin lokasi perkebunan.
"Fasilitas dan uang digunakan untuk operasional pemilihan calon Bupati Kapuas dan Gubernur Kalteng termasuk pemilihan anggota legislatif yang diikuti istrinya tahun 2019," tutur Johanis.
Atas perbuatannya, Ben dan Ary disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.[eta]